Langsung ke konten utama

Hakikat Manusia

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. Al Isra’: 70)

Hakikat manusia jika dirangkum dari dalil-dalil yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Makhluk

Yang diciptakan.
Sebagai makhluk, ia diciptakan di atas fitrah Islam sebagaimana makhluk-makhluk yang lain. Sebagai manusia dia tidak pernah menjadi malaikat yang tercipta dari cahaya. Namun ia juga bukan iblis yang tercipta dari api. Dilihat dari fisiknya, ia termasuk makhluk lemah, memiliki banyak sekali keterbatasan dan kekurangan. Ia juga bodoh. Sepandai-pandainya manusia, ia tetap tidak dapat mengetahui rahasia yang belum Allah bukakan untuknya. Ia juga tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan untuk kelangsungan hidupnya saja manusia sangat bergantung kepada pihak lain.

2. Mukkaram

Yang dimuliakan.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At Tiin: 4)

Betapapun ia tercipta dari tanah liat atau air hina, akan tetapi Allah menghendaki agar ia menjadi makhluk yang mulia. Hanya bestatus sebagai manusia saja, orang sudah dipanggil al-mukkaram [yang dimuliakan]. Ini menunjukkan kekuasaan Allah yang absolut. Dengan kekuasaan-Nya, makhluk yang tercipta dari tanah itu mendapat tiupan ruh dari Allah swt. Di samping itu Allah juga memberikan berbagai kelebihan padanya. Dalam hal penciptaan, ia diciptakan dengan penciptaan yang paling sempurna. Akal merupakan kelebihannya yang paling istimewa. Bukan hanya itu, alam semesta ini pun Allah tundukkan untuknya.

3. Mukallaf

Yang diberikan beban.

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan Khalifah dimuka bumi"………. (QS. Al Baqarah: 30).

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS. Ad Dzariyat: 56)

Sebagai makhluk yang telah diistimewakan dengan berbagai kelebihan, manusia tidak dibiarkan tanpa tugas dan tanggung jawab. Nikmat penciptaan dan berbagai kelebihan itu harus disyukuri dengan melakukan ibadah secara benar dengan segala ketundukan dan keihklasan kepada Allah yang telah memberikan nikmat-nikmat itu kepadanya. Potensi besar yang diberikan kepadanya itu juga dimaksudkan agar ia mampu mengelola bumi ini mewakili Allah mengatur kehidupan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. sebagai khalifah ia tidak boleh bertindak sekehendaknya.

4. Mukhayyar

Yang bisa memilih.

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS. Al Insan: 3)

Kalau Allah menghendaki, manusia diciptakan tanpa akal dan fikiran sehingga ia tidak dapat memilih apa yang hendak ia lakukan. Keistimewaan hati dan akalnya itu, manusia menjadi makhluk pilihan sehingga ia bebas memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Akal dan kebebasan ini sebenarnya adalah ujian. Bila ia menggunakan akal dan hatinya dengan baik, ia akan beriman kepada Allah. Bila ia kemudian sombong dan menutupi nikmat itu, ia akan mengidap kekafiran. Orang kafir adalah musuh Allah.

5. Majziy

Yang diberikan balasan.

"Barang siapa yang mengerjakan amal kebaikan seberat dzarrah pun niscaya dia akan mendapatkan balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan amal kejahatan seberat dzarrah pun niscaya dia akan mendapatkan balasannya pula" (QS. Az Zalzalah: 7 – 8).

Keberadaannya sebagai makhluk yang diberi kebebasan untuk memilih itu bukan tanpa konsekuensi. Sesungguhnya nikmat-nikmat yang telah dia terima sejak awal penciptaan, berbagai kelebihan yang tidak diberikan kepada makhluk lain, dan tugas yang dibebankan kepadanya itu akan diperhitungkan oleh Allah. Usainya keberadaan manusia di dunia, Allah akan memberikan balasan secara adil dan proporsional di akhirat berupa surga atau neraka. sebagian dari balasan itu kadang diberikan di dunia. Satu kebaikan akan mendapat balasan sepuluh kali lipat kebaikan atau berlipat-lipat sebagaimana yang Allah kehendaki. Demikian pula yang buruk, ia akan mendapat balasan yang setimpal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...