Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar.
1. Imam As-Suyuthi
Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”
Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid tentang konsepsi riwayat kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan pahala bagi yang melakukannya karena di dalamnya terdapat pemuliaan terhadap kedudukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan menampakan kebahagiaan dan rasa senang dengan kelahirannya yang mulia.
(Al Hawi Lil Fatawi, 1/181-182. Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfah Al Muhtaj, 31/376)
2. Imam As-Sakhawi
"Sesungguhnya amalan maulid baru terjadi setelah tiga zaman (maksudnya zaman nabi, sahabat, dan tabi’in), kemudian penduduk Islam di seluruh penjuru dan kota-kota besar melakukannya dan mereka bersedekah pada malam harinya dengan berbagai macam sedekah dan secara khusus membaca kisah kelahirannya yang mulia, dan nampaklah keberkahan bagi mereka pada setiap keutamaannya.
( I’anathuth Thalibin, 3/364)
3. Imam Al-Hafizh Al-Qasthalani
"..Di antara kebolehan mengadakan acara maulid nabi adalah dengan perbuatan-perbuatan yang masyru’ (sesuai syariat), bukan perbuatan yang munkar …"
(Mawahib Al Laduniyah, 1/148)
4. Imam Zainuddin Al-Iraqi
“Sungguh melakukan perayaan (walimah) dan memberikan makan disunnahkan pada setiap waktu, apalagi jika padanya disertai dengan kesenangan dan kegembiraan dengan kehadiran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada bulan yang mulia ini, dan tidaklah setiap bid’ah itu makruh (dibenci), betapa banyak bid’ah yang disunnahkan bahkan diwajibkan”
(Ad Durar As Saniyah, Hal. 19)
5. Imam Abu Syamah (Guru Imam An-Nawawi)
"Di antara bid’ah terbaik yang ada pada zaman kita adalah apa yang dilakukan pada setiap tahun di hari bertepatan dengan kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka bersedekah, melakukan hal yang ma’ruf, menampilkan keindahan dan kebahagian, sebab yang demikian itu selain merupakan bukti berbuat baik kepada para fuqara juga merupakan wujud mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memuliakannya di hati pelakunya, yang telah bersyukur kepada Allah Ta’ala atas karunia kehadiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diutusNya sebagai rahmat bagi semesta.
(Imam Abu Bakar bin As Sayyid Ad Dimyathi, I’anatuth Thalibin, 3/364)
Demikianlah pendapat ulama ahlus sunnah yang mendukung peringatan Maulid Nabi.
Serupa dengan qunut subuh, jumlah rakaat tarawih, dan berbagai khilafiyah sejenis, hal seperti ini telah menjadi pembahasan dari masa ke masa di kalangan para ulama besar.
Perlu dipahami kembali bahwa, dalam menyimpulkan hukum, ulama tidak hanya berdalil dengan ayat Quran dan tekstual hadits, tapi juga berbagai dalil lain seperti ijma, qiyas, mashlahah mursalah, dll.
Karena hal-hal hukum seperti ini adalah ranahnya para ulama dan para imam, maka lebih baik diserahkan kepada mereka.
Menjadi kurang elok jika umat menjadi ribut dan saling melempar tuduhan neraka karena masalah khilafiyah yang sudah berlangsung ratusan tahun ini.
Semoga sikap bijak dan akhlak, bisa lebih mempersatukan umat dan mengembalikan kejayaannya.
(Al Hawi Lil Fatawi, 1/181-182. Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfah Al Muhtaj, 31/376)
2. Imam As-Sakhawi
"Sesungguhnya amalan maulid baru terjadi setelah tiga zaman (maksudnya zaman nabi, sahabat, dan tabi’in), kemudian penduduk Islam di seluruh penjuru dan kota-kota besar melakukannya dan mereka bersedekah pada malam harinya dengan berbagai macam sedekah dan secara khusus membaca kisah kelahirannya yang mulia, dan nampaklah keberkahan bagi mereka pada setiap keutamaannya.
( I’anathuth Thalibin, 3/364)
3. Imam Al-Hafizh Al-Qasthalani
"..Di antara kebolehan mengadakan acara maulid nabi adalah dengan perbuatan-perbuatan yang masyru’ (sesuai syariat), bukan perbuatan yang munkar …"
(Mawahib Al Laduniyah, 1/148)
4. Imam Zainuddin Al-Iraqi
“Sungguh melakukan perayaan (walimah) dan memberikan makan disunnahkan pada setiap waktu, apalagi jika padanya disertai dengan kesenangan dan kegembiraan dengan kehadiran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada bulan yang mulia ini, dan tidaklah setiap bid’ah itu makruh (dibenci), betapa banyak bid’ah yang disunnahkan bahkan diwajibkan”
(Ad Durar As Saniyah, Hal. 19)
5. Imam Abu Syamah (Guru Imam An-Nawawi)
"Di antara bid’ah terbaik yang ada pada zaman kita adalah apa yang dilakukan pada setiap tahun di hari bertepatan dengan kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka bersedekah, melakukan hal yang ma’ruf, menampilkan keindahan dan kebahagian, sebab yang demikian itu selain merupakan bukti berbuat baik kepada para fuqara juga merupakan wujud mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan memuliakannya di hati pelakunya, yang telah bersyukur kepada Allah Ta’ala atas karunia kehadiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diutusNya sebagai rahmat bagi semesta.
(Imam Abu Bakar bin As Sayyid Ad Dimyathi, I’anatuth Thalibin, 3/364)
Demikianlah pendapat ulama ahlus sunnah yang mendukung peringatan Maulid Nabi.
Serupa dengan qunut subuh, jumlah rakaat tarawih, dan berbagai khilafiyah sejenis, hal seperti ini telah menjadi pembahasan dari masa ke masa di kalangan para ulama besar.
Perlu dipahami kembali bahwa, dalam menyimpulkan hukum, ulama tidak hanya berdalil dengan ayat Quran dan tekstual hadits, tapi juga berbagai dalil lain seperti ijma, qiyas, mashlahah mursalah, dll.
Karena hal-hal hukum seperti ini adalah ranahnya para ulama dan para imam, maka lebih baik diserahkan kepada mereka.
Menjadi kurang elok jika umat menjadi ribut dan saling melempar tuduhan neraka karena masalah khilafiyah yang sudah berlangsung ratusan tahun ini.
Semoga sikap bijak dan akhlak, bisa lebih mempersatukan umat dan mengembalikan kejayaannya.
===
Referensi: alfahmu.id
Komentar
Posting Komentar