Langsung ke konten utama

Logika Bersyariah

Islam adalah satu-satunya agama dengan hukum-hukum (syariah) yang sangat lengkap mencakup seluruh aspek kehidupan. Sehingga dikatakan, mulai dari perkara mengurus negara sampai dengan perkara buang hajat diatur dalam Islam.

Di sisi lain, kelengkapan syariah ini membuat berbagai kesimpulan hukum turunan yang berbeda-beda, sehingga terkadang menimbulkan kebingungan, atau, fanatisme.

Keduanya bukanlah hal yang diinginkan dari kelengkapan syariah ini. Baik kebingungan maupun fanatisme, dapat kita kurangi dengan memahami logika bersyariah yang baik.

Berbekal logika ini, kita akan lebih mudah untuk tidak bingung dan toleran, tidak fanatik.

Kita akan angkat sebagian saja dari logika dasar bersyariah sbb:

1. Syariah terdiri dari hal-hal yang tsawabit (tetap) dan mutaghayyirat (fleksibel)

Hal yang bersifat tetap adalah pokok-pokok agama atau syariah yang tidak bisa diubah. Sedangkan hal yang bersifat fleksibel adalah cabang-cabang syariah yang membuka ruang ijtihad dan perbedaan pendapat.

Dengan memahami bagian mana yang tsawabit dan bagian mana yang mutaghayyirat, kita akan mudah menyikapi perbedaan dalam kesimpulan suatu hukum syariah.

Apa saja yang termasuk tsawabit dan apa saja yang termasuk mutaghayyirat dapat kita pelajari dari dalil-dalil yang jelas maupun ijma' (kesepakatan) para ulama.

2. Satu dalil dapat memiliki beberapa tafsir

Hal ini bahkan sudah terjadi sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu pada kisah yang dikenal dengan "Sholat Ashar di Bani Quraizhah".

Jadi, ketika Rasulullah saw masih hidup pun, perbedaan dalam memahami dalil sudah terjadi, maka bagaimana dengan zaman ketika sudah tidak ada beliau saw?

3. Ijtihad tidak bisa dihapus oleh Ijtihad lain

Ini adalah kaidah agung, ijma' sahabat radhiallahu 'anhum sebagaimana disebutkan oleh Imam as-Suyuthi; al-ijtihad la yunqadhu bil ijtihad.

Dalam perkara mutaghayyirat atau cabang-cabang syariah, peluang ijtihad terbuka lebar. Bahkan ulama yang berijtihad, tetap dijanjikan satu pahala oleh Nabi shallallahu 'alayhi wasallam, meskipun ijtihadnya salah.

Dan dalam perkara seperti ini, ketika terjadi perbedaan, maka kita harus mendahulukan sikap toleran, karena pendapat ulama yang kita ikuti tidak serta merta menghapus atau meniadakan pendapat ulama lain.

----
STUDI KASUS:

A. Masalah Syiah

Jika kita pakai logika pertama, maka syiah jelas sudah menyalahi yang tsawabit, karena ia mengubah sesuatu yang telah tetap dalam agama ini, contohnya rukun Islam dan rukun Iman.

Dalam buku 40 Masalah Syiah karya Emilia Renata (tokoh syiah Indonesia), dengan berani mereka menyebutkan rukun Islam dan rukun Iman yang berbeda dengan kesepakatan ulama kaum muslimin.

Maka Syiah sudah dipastikan kesesatannya, dan tidak perlu lagi kita membahas dari sisi logika kedua apalagi toleran karena merasa itu masalah ijtihadiyah.

B. Zakat Profesi

Zakat, dari sisi kewajiban membayarnya adalah hal tsawabit (tetap), tidak boleh mengatakan zakat tidak wajib. Tapi dari sisi pelaksanaannya ternyata merupakan hal yang mutaghayyirat.

Karena itu, Amirul Mukminin Umar bin Khattab mewajibkan zakat pada ternak kuda walaupun saat itu ada sahabat yang menentang karena tidak diwajibkan oleh Nabi saw.

Hal ini dikarenakan perbedaan dalam memahami dalil tentang zakat. Ada yang berpegang pada keumuman dalil kewajiban zakat, dan mengaitkan dengan dalil lain. Adapula yang mengambil dalil kekhususan kewajiban zakat. 

C. Bank Syariah

Kebanyakan perkara muamalah bersifat mutaghayyirat, maknanya; pintu ijtihad terbuka sangat lebar di bidang ini.

Kaidah dasarnya adalah; segala sesuatu tentang muamalah adalah halal, sampai ada dalil yang melarangnya.



Bank syariah, sebagai salah satu produk paling modern dari fikih muamalah, akan banyak sekali memiliki ijtihad-ijtihad.

Maka kita akan merujuk pada logika ketiga; al-ijtihad la yunqadhu bil ijtihad.

Dalam konteks Indonesia, bank syariah lahir dari ijtihad Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

Ketika ada ijtihad lain yang menganggap bank syariah sama saja dengan bank konvensional, sama-sama riba, dsb, maka tidak serta merta ijtihad DSN MUI terhapus.

Apalagi kalau yang berijtihad bukan kumpulan ulama, sedangkan DSN MUI adalah kumpulan ulama.

----


Dengan logika dasar bersyariah yang tepat, insyaAllah kita bisa memiliki pandangan yang lebih luas dalam bersyariah, serta terhindar dari kebingungan maupun fanatisme. Jika pandangan kita selalu sempit, maka kita akan terus ribut berdebat, terombang-ambing, dan bingung dalam setiap permasalahan fikih yang muncul.

Semoga Allah memudahkan kita untuk tegas dalam hal-hal yang tsawabit, dan toleran serta terbuka dalam hal-hal yang mutaghayyirat.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thoriq
Allah-lah Pemberi Petunjuk kepada jalan yang paling lurus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...