Langsung ke konten utama

Pengantar Kedokteran ala Nabi (ath-Thibbun Nabawy)

Sebagai pengantar memahami kedokteran ala Nabi, ada baiknya kita perhatikan prinsip dasar berikut:

1. Kedokteran ala Nabi bukanlah perkara yang sempit dan terbatas pada contoh praktis tertentu, tapi juga mencakup kaidah-kaidah yang menjadi dasar untuk pengembangan medis secara lebih luas.

Dalil utama dari prinsip ini adalah apa yang sering disebutkan Nabi saw dalam beberapa hadits beliau;

"Tidaklah Allah menurunkan penyakit, kecuali Allah menurunkan obatnya" (Hr. al Bukhari).

Maksud "obatnya" di sini tidaklah terbatas apa yang pernah Nabi saw praktikkan, namun lebih luas dari itu.

Jika kita hanya berpegang pada praktik medis Nabi saw, maka rujukan dalam kedokteran Nabi akan menjadi sangat terbatas, padahal kedokteran itu mencakup hal yang sangat luas. Tidaklah mungkin semuanya dirangkum dalam praktik keseharian Nabi saw.

Hal ini serupa dengan bahasan fiqih. Tidak bisa disangkal bahwa banyak perkara-perkara yang belum terjadi di zaman Nabi saw sehingga tidak diketahui dalil langsungnya. Namun Nabi saw telah memberikan kaidah-kaidah -yang disimpulkan oleh para ulama- sehingga menjadi bahan untuk memutuskan perkara fiqih kontemporer.

2. Tidak boleh mengalamatkan sesuatu pada Nabi saw sampai ada bukti yang jelas.

Akibat kesalahpahaman pada prinsip no.1, sebagian kita jadi mudah menerima dalil-dalil kedokteran ala Nabi yang belum jelas dasarnya. Padahal metode berdalil dalam Islam sudah sangat jelas, tidak boleh sembarangan.

Dari Anas bin Malik radhiallahu `anhu, ia berkata. "Sesungguhnya yang mencegahku menceritakan hadist yang banyak kepada kamu, (ialah) karena Rasulullah shallallahu `alayhi wasallam telah bersabda : "Barangsiapa yang sengaja berdusta atasku (yakni atas namaku), maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
(Hr. Bukhari dan Muslim)


Maka tidak boleh terbuai dalam ungkapa bahwa buah ini bagus kata Nabi, beginilah food combining ala Nabi, Nabi makan ini itu begini, dst, padahal belum ada sumber yang jelas tentangnya.

Mari kita mengambil pelajaran dariAnas bin Malik radhiallahu 'anhu yang sangat berhati-hati berkata bahwa sesuatu itu "ala Nabi", padahal beliau adalah seoarang sahabat.

3. Nabi tidak mempertentangkan kedokteran modern dan kedokteran versi beliau saw sendiri.

Terkait hal ini bisa kita temukan langsung beberapa bukti dalam sejarah beliau;

- Beliau tidak menolak kedatangan dokter dari Persia yang mengunjungi Madinah untuk buka praktik (walaupun akhirnya dokter itu pulang kembali karena tidak berhasil menemukan orang sakit)

- Dalam banyak hadis beliau memuji pengobatan bekam, padahal itu adalah metode pengobatan yang ada jauh sebelum masa beliau.

- Disebutkan juga bahwa Nabi saw pernah menerima kedatangan 2 lelaki yang akan mengobati seorang rekannya yang sakit, lalu beliau bertanya; "Siapa di antara kalian yang lebih ahli dalam hal medis?" (Al Muwatha', hadis mursal).

dst, akan kita temukan contoh-contoh di mana Nabi saw menerima keberadaan ilmu medis dari luar.. Ingat, kedokteran adalah keilmuan dunia, keilmuan yang bersifat muamalah. Berbeda dengan ibadah yang harus 100% memakai dalil.

Wallahu a'lam

Referensi:
- Kedokteran Nabi saw, Antara Realitas dan Kebohongan
  (Abu Umar Basyier)
- dll

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Wali Santri untuk Anak di Pondok

  (… sebutkan nama anak …)  اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ اَللَّهُمَّ فَقِّهُّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ اللَّهُمّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ اللَّهُمّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبَهُ، وَنُوْرَ صَدْرَهُ، وَجَلاَءَ حُزْنَهُ، وَذَهَابَ هَمَّهُ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لَهُ شَأْنَهُ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْهُ إِلَى نَفْسِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ Artinya: “Ya Allah rahmatilah (nama anak), Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1), Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2), Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3), Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4). Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang ...

PRINSIP TAISIR DALAM FIQIH MENURUT MANHAJ WASATH

Masjid Al Ghiffari IPB 8 Oktober 2017 Kajian rutin Ahad kedua Dr. Taufiq Hulaimi, Lc, MA Link rekaman video di youtube: #1: https://youtu.be/RAu9KP5ihq4 #2: https://youtu.be/ugKbRapphBI #3: https://youtu.be/bfbqMWPrKfM Prinsip pertama dalam manhaj al wasathiyah adalah at taysir. At taysir: *Fiqih dibuat mudah selama masih ada dalil yang mendukungnya.* Kebalikannya: At tasyaddud: Fiqih dibuat keras dan berat. AL WASATHIYAH Al Azhar Mesir mensosialisasikan prinsip al wasathiyah. *Al wasathiyah artinya di tengah.* Sesuatu yang terbaik. Wasathiyah kurang tepat jika diterjemahkan dengan kata 'moderat' tetapi lebih tepat diterjemahkan sebagai 'yang terbaik.' Manusia ada kecenderungan untuk menjadi terlalu keras atau terlalu cair. Islam tidak keduanya, tetapi di tengah. Dan biasanya *yang terbaik adalah yang di tengah.* Terlalu keras, segalanya tidak boleh, ekstrim kanan. Terlalu cair, segalanya boleh, ekstrim kiri. وَكَذَٰ...

Mahabbatullah II: Pupuk Cinta dan Tanda-Tanda Cinta

Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang sebab-sebab Mahabbatullah, kali ini kita akan membahas tentang amalan yang dapat memupuk Mahabbatullah dan tanda-tanda Mahabbatullah dalam diri kita. Di antara amalan pemupuk cinta adalah; 1. Membaca dan merenungi surat-surat cinta-Nya Allah azza wajalla, telah mengirimkan surat-suratNya kepada kita melalui perantaraan utusanNya al Mustofa. Maka jalan pertama untuk mencintai-Nya adalah dengan membaca surat-surat itu. الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al Baqarah 121) Dan tidak hanya membaca, tapi juga memperhatikan ayat-ayatnya dan mengkajinya. كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا...