Langsung ke konten utama

Sekolah di Masa Covid?

Sedikit sharing....

Anak-anak Jepang sudah mulai masuk sekolah (termasuk TK), sejak Juni dengan sistem shift (dibagi dua; pagi siang), lalu dilanjutkan dengan full sekolah seperti biasa.

Alasan utamanya sepertinya lebih ke psikologis anak-anak (selain wabah yang dirasa mulai terkontrol). 

Orang dewasanya sendiri, sebagian baru berhenti WFH mulai Oktober ini.

Ini mungkin bisa terjadi di negara Jepang, karena masyarakatnya sudah terbiasa disiplin.

Pakai masker, cuci tangan, etika batuk, sudah biasa dilakukan sejak sebelum Covid19. Tinggal ditambah beberapa protokol tuk semakin mengendalikan penyebaran.

Di antara protokol tambahan itu adalah jaga jarak, dan tidak bicara saat makan. 

Anak TK pun diajarkan protokol ini.

Tentu saja ajaran ini tidak akan berefek kalau misalnya mereka melihat gurunya pas makan siang ngeriung dan ngobrol bareng misalnya.

Dan juga jika orang tuanya masih suka ngobrol semeja sambil makan dengan orang banyak.

Lalu, dengan protokol itu apakah angka positif anak-anak di Jepang tidak ada sejak sekolah dibuka?

Tidak juga.

Antara Juni-Agustus (3 bulan) angka anak-anak yang positif di seluruh Jepang adalah 1166 orang. Setidaknya masih lebih sedikit daripada angka positif _1 hari_ kemarin di Indonesia; 4007 orang.

Menariknya, dengan tracing ketat, *penularan terbesar anak-anak tersebut ternyata dari orang rumah sendiri; 56% (bahkan 75% tuk kategori anak SD).*

Sedangkan penularan dari sekolah hanya 15%.

Di satu sisi, angka ini dapat menunjukkan baiknya tingkat keteladanan protokol institusi pendidikan di Jepang, dan mereka tidak main2.

Di sisi lain, menunjukkan orang tua perlu lebih disiplin protokol dalam aktifitasnya, agar tidak mengorbankan anak-anak.

*Saya menduga, para guru di Jepang lebih protokoler saat beraktifitas di rumah sekalipun, karena merasa bertanggung jawab dengan puluhan anak di sekolah.*

*Sedangkan orang tua siswa, mungkin sedikit menyepelekan protokol, karena merasa tidak bertanggung jawab ke banyak orang.*

Ohya, karena mulai merasa bisa mengendalikan Covid19, pemerintah Jepang mulai menggalakkan kegiatan ekonomi, salah satunya dengan program Go To Eat, dan Go To Travel.

Dua program ini adalah subsidi agar masyarakat membeli makanan di luar rumah, dan subsidi agar masyarakat melakukan perjalanan ke luar kota.

Bisakah Indonesia seperti ini?

Jangankan protokol "tidak bicara saat makan", prinsip kita kan "makan ga makan asal ngumpul". Ngumpul alias ngobrolnya itu lebih penting daripada makannya.

Belum lagi budaya makan senampan yang memang nikmat.

Pilihannya kembali pada kita sendiri; protokol dengan mengorbankan sedikit kenikmatan sehingga wabah terkontrol, 

Atau setengah2 protokol tapi wabah juga setengah2 terus, tidak terkontrol2?


Bogor, 16 Safar 1442

#ibadahprotokol
#sabarprotokol
#selamatkannyawa



===

Referensi:
(maaf bahasa Doraemon)

https://youtu.be/YrKecCobRT4
https://youtu.be/DNsu7w25Rp8
https://youtu.be/Lf60FbT65FQ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...