Langsung ke konten utama

Bolehkah Membiarkan Anak Bermain di Masjid di Waktu Sholat?


Mungkin akan banyak yang menjawab boleh, dengan dalih Nabi saw pun membiarkan Hasan dan Husein menaiki pundak beliau saat sholat.

Tapi apakah ulama hanya melihat satu hadits itu saja saat membahas tentang hukum membawa anak ke masjid?

Jika pertanyaan pada judul diubah menjadi;

Bolehkah orang tua membiarkan anaknya mengganggu orang yang sedang sholat di masjid?

Kira-kira apa jawaban kita?

Mungkin ada yang memakai dalil yang sama; Nabi saw aja sabar kok diganggu Hasan Husein, maka anda juga harus ridho kalau anak saya naik-naik ke pundak anda saat sholat.

Tapi, ternyata ulama tidak hanya memakai 1 hadits itu saja ketika membahas hukum membawa anak ke masjid.

Di antara dalil yang dipakai ulama dalam bahasan ini adalah;

Pertama , hadits tentang anjuran mengajak sholat saat umur 7 tahun dan memukulnya ketika tidak mau sholat saat umur 10 tahun.

Ulama berpendapat bahwa umur 7 tahun adalah umur mumayyiz, yaitu anak dapat membedakan hal baik dan buruk, serta dapat diberitahu dan memahami teguran.

Imam Malik rahimahullah ditanya tentang membawa anak ke masjid, beliau menjawab:

“Jika ia tidak melakukan al ‘abats (main-main) karena masih kecil, dan jika dilarang ia akan berhenti, maka tidak mengapa di bawa ke masjid. Namun jika melakukan al ‘abats (main-main) karena masih terlalu kecil, maka menurut saya tidak boleh di bawa ke masjid” 
(Al Mudawwanah, 1/195).

Punya pendapat berbeda dengan Imam Malik? Silahkan saja, karena sepertinya tidak ada ijma' (kesepakatan ulama) terkait masalah ini.

Hadits kedua yang juga diangkat dalam bahasan ini adalah;

Larangan mengeraskan suara membaca Al-Quran yang dapat mengganggu orang lain di dalam masjid.

Apa hubungan hadits ini dengan mengajak anak ke masjid?

Di sinilah letak keluasan ulama dalam melihat satu masalah dari berbagai sudut pandang yang berhubungan.

Hukum asal semua gangguan di masjid harus dihilangkan.

Bahkan suara orang mengaji, walaupun mengaji ini adalah ibadah spesifik, dengan banyak dalil shahih yang menganjurkan, bahkan Al-Quran adalah pemberi syafaat di akhirat.

Tapi tetap, diminta Nabi agar proporsional, diupayakan jangan sampai mengganggu ibadah orang lain.

Kajian ulama seperti ini bukan berarti ingin menghalangi anak-anak tuk mencintai masjid, dll.

Tapi ini kajian yang ingin menempatkan masalah ini secara proporsional.

Pendidikan pertama anak-anak itu di rumahnya. Jangan sampai orang tua yang malas mendidik anaknya di rumah, lalu membebaskan anaknya ke masjid, dan berharap masjid yang mendidik anaknya.

Sedikit ilustrasi;
kira-kira tuk mendidik anak cinta buku, cinta baca, lalu diajak ke perpustakaan dan dibiarkan bermain dan ribut di sana, pantas atau tidak?

Sebagaimana orang yang membaca buku perlu dihargai dengan situasi tenang di tempat yang khusus untuk itu, maka orang yang sholat juga sepertinya perlu dihargai pula, di tempat yang khusus untuk itu.

Sebagaimana mendidik anak cinta buku, cinta membaca itu dimulai dari rumah, maka mendidik anak tuk cinta sholat, cinta ke masjid, juga harus dimulai dari rumah.

Yuk, para orang tua, semangat menumbuhkan cinta dan adab masjid kepada anak-anak kita, mulai dari rumah.

Capek itu pasti, tapi memang itu tugas kita.


===
Lintasan pikiran pagi
Menanti Ramadhan 1443H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Wali Santri untuk Anak di Pondok

  (… sebutkan nama anak …)  اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ اَللَّهُمَّ فَقِّهُّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ اللَّهُمّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ اللَّهُمّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبَهُ، وَنُوْرَ صَدْرَهُ، وَجَلاَءَ حُزْنَهُ، وَذَهَابَ هَمَّهُ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لَهُ شَأْنَهُ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْهُ إِلَى نَفْسِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ Artinya: “Ya Allah rahmatilah (nama anak), Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1), Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2), Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3), Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4). Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang ...

PRINSIP TAISIR DALAM FIQIH MENURUT MANHAJ WASATH

Masjid Al Ghiffari IPB 8 Oktober 2017 Kajian rutin Ahad kedua Dr. Taufiq Hulaimi, Lc, MA Link rekaman video di youtube: #1: https://youtu.be/RAu9KP5ihq4 #2: https://youtu.be/ugKbRapphBI #3: https://youtu.be/bfbqMWPrKfM Prinsip pertama dalam manhaj al wasathiyah adalah at taysir. At taysir: *Fiqih dibuat mudah selama masih ada dalil yang mendukungnya.* Kebalikannya: At tasyaddud: Fiqih dibuat keras dan berat. AL WASATHIYAH Al Azhar Mesir mensosialisasikan prinsip al wasathiyah. *Al wasathiyah artinya di tengah.* Sesuatu yang terbaik. Wasathiyah kurang tepat jika diterjemahkan dengan kata 'moderat' tetapi lebih tepat diterjemahkan sebagai 'yang terbaik.' Manusia ada kecenderungan untuk menjadi terlalu keras atau terlalu cair. Islam tidak keduanya, tetapi di tengah. Dan biasanya *yang terbaik adalah yang di tengah.* Terlalu keras, segalanya tidak boleh, ekstrim kanan. Terlalu cair, segalanya boleh, ekstrim kiri. وَكَذَٰ...

Mahabbatullah II: Pupuk Cinta dan Tanda-Tanda Cinta

Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang sebab-sebab Mahabbatullah, kali ini kita akan membahas tentang amalan yang dapat memupuk Mahabbatullah dan tanda-tanda Mahabbatullah dalam diri kita. Di antara amalan pemupuk cinta adalah; 1. Membaca dan merenungi surat-surat cinta-Nya Allah azza wajalla, telah mengirimkan surat-suratNya kepada kita melalui perantaraan utusanNya al Mustofa. Maka jalan pertama untuk mencintai-Nya adalah dengan membaca surat-surat itu. الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al Baqarah 121) Dan tidak hanya membaca, tapi juga memperhatikan ayat-ayatnya dan mengkajinya. كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا...