Langsung ke konten utama

3 Ayat tuk Dai

Allah 'azza wa jalla berfirman:

وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرٰى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ 

"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman."
(QS. Adz-Dzariyat: 55)

Ayat ini bukan hanya tentang perintah tuk terus istiqomah memberi nasihat, tapi juga agar para dai terus terbuka menerima nasihat, karena nasihat itu bermanfaat buat dirinya, dari mana pun datangnya.

Dikutip oleh Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Adabul 'Alim wal Muta'alim bahwa Imam Waki berkata; "Seseorang tidak disebut 'alim jika dia belum belajar dari orang yang lebih tua, seumur dengannya, dan yang lebih muda".

Selanjutnya Allah menambahkan;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Di sini Allah mengingatkan bahwa tujuan memberi nasihat dan menerima nasihat adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Dan tidak ada makna dari kehidupan dunia ini kecuali apa-apa yang dijadikan sebagai ibadah kepada Allah.

Ibadah adalah penghambaan, atau lebih kasarnya perbudakan. Sesekali hati ini mungkin perlu dikasari, agar tidak tinggi hati.

Merasa lebih baik, lebih berilmu, lebih shalih, karena punya titel dai. Padahal sama-sama budak Allah dengan manusia lainnya. Nasibnya tergantung kehendak Tuannya.

Allah menguatkan kembali;

مَآ اُرِيْدُ مِنْهُمْ مِّنْ رِّزْقٍ وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ يُّطْعِمُوْنِ 

"Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 57)

Jadi dai bukan karena ingin balasan dari manusia, bisa makan enak, dapat jabatan, dianggap tokoh, dll. 

Titel dai berisiko dibaik-baiki masyarakat dengan diberi hadiah, makanan, termasuk dipilih jadi tokoh atau menjabat. Karenanya Allah mengingatkan dai tuk bersih akidahnya dari berharap kepada manusia.

Wallaahul muwaffiq ilaa aqwaamith thoriiq.


===
Bogor,
25 Rabiul Tsani 1444

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...