Allah 'azza wa jalla berfirman:
وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرٰى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ
"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman."
(QS. Adz-Dzariyat: 55)
Ayat ini bukan hanya tentang perintah tuk terus istiqomah memberi nasihat, tapi juga agar para dai terus terbuka menerima nasihat, karena nasihat itu bermanfaat buat dirinya, dari mana pun datangnya.
Dikutip oleh Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Adabul 'Alim wal Muta'alim bahwa Imam Waki berkata; "Seseorang tidak disebut 'alim jika dia belum belajar dari orang yang lebih tua, seumur dengannya, dan yang lebih muda".
Selanjutnya Allah menambahkan;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Di sini Allah mengingatkan bahwa tujuan memberi nasihat dan menerima nasihat adalah dalam rangka ibadah kepada Allah. Dan tidak ada makna dari kehidupan dunia ini kecuali apa-apa yang dijadikan sebagai ibadah kepada Allah.
Ibadah adalah penghambaan, atau lebih kasarnya perbudakan. Sesekali hati ini mungkin perlu dikasari, agar tidak tinggi hati.
Merasa lebih baik, lebih berilmu, lebih shalih, karena punya titel dai. Padahal sama-sama budak Allah dengan manusia lainnya. Nasibnya tergantung kehendak Tuannya.
Allah menguatkan kembali;
مَآ اُرِيْدُ مِنْهُمْ مِّنْ رِّزْقٍ وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ يُّطْعِمُوْنِ
"Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 57)
Jadi dai bukan karena ingin balasan dari manusia, bisa makan enak, dapat jabatan, dianggap tokoh, dll.
Titel dai berisiko dibaik-baiki masyarakat dengan diberi hadiah, makanan, termasuk dipilih jadi tokoh atau menjabat. Karenanya Allah mengingatkan dai tuk bersih akidahnya dari berharap kepada manusia.
Wallaahul muwaffiq ilaa aqwaamith thoriiq.
===
Bogor,
25 Rabiul Tsani 1444
Komentar
Posting Komentar