Langsung ke konten utama

Pelayaran Pengantar Takdir

 


Oleh: Abdussalam Almuqorrobin


Assalamualaikum warahmatullah,

Namaku Muhammad Huo Cho. Aku adalah seorang Laksamana Angkatan Laut di Tiongkok. Aku ingin menceritakan pelayaran pertamaku yang membawaku kepada takdir menjadi Laksamana Angkatan Laut.

---

Matahari muncul dari timur. Suara tangisan memenuhi ruangan. Membuat semua orang yang berada di ruangan itu mengucurkan air mata. Seorang bayi telah lahir. Di hari Jumat, 1 Januari 1371, Yunan, Tiongkok, aku memulai hidup sebagai anak dari nelayan.

"Alhamdulillah, anak kita lahir dengan selamat", ucap sang ayah. "Muhammad Huo Cho namanya".

"Alhamdulillah, nama yang bagus", lanjut sang ibu.

Sejak berumur 3 tahun , aku sudah diajari membaca Al-Quran. Berkat didikan ibuku yang fasih membaca Al-Quran, dalam waktu tiga tahun aku sudah berhasil membaca Al-Quran dengan lancar tanpa makhraj dan tajwid yang salah. Empat tahun setelahnya aku selesai menghafal Al-Quran.

"Ayo cepat berangkat Hua Cho", seru Ayah yang sudah mulai berjalan ke tepi pantai.

"Baik, Ayah", jawabku.

Di umur 15 tahun, aku diajak untuk pergi ikut bekerja. Ayahku ingin aku menjadi laksamana angkatan laut. Makanya ayahku mengajak aku ikut untuk merasakan berlayar. Rencananya, ayah ingin menjadikan aku sebagai prajurit angkatan laut sebelum menjadi laksamana angkatan laut. Tapi, aku tidak mau menjadi laksamana angkatan laut.

Aku berharap untuk tidak menjadi laksamana angkatan laut. Namun, takdir berkata lain. Di tengah perjalanan, ada badai menghadang!

“Allahu akbar! Ada badai!”, teriak Ayah.

“Apa?!”, aku berteriak kaget.

“Di belakang juga ada badai, tapi, di depan ada pulau yang dekat”, jawab Ayah.

“Walaupun badai di depan tampak ganas, jika ke belakang dan perahu kita hancur, kita tak akan selamat. Jika ke depan dan perahu kita hancur, kitab isa berenang sampai pinggiran pulau, jadi ada kemungkinan selamat!” lanjut Ayah.

Aku tetap mengarahkan layar ke perahu ke depan. Di dalam badai, angin sangat kencang. Hujan pun turun dengan derasnya. Petir pun ikut menyambar-nyambar.

“Ya Allah selamatkanlah aku dan Ayah. Ibuku pasti khawatir di rumah. Berilah pertolongan-Mu untuk kami. Ampunilah dosa-dosa kami. Amiiiiiin”, doaku dalam hati.

Sudah satu jam berlalu. Badai mulai reda. Hujannya sudah tidak terlalu deras. Anginnya pun tak terlalu kencang. Petirnya juga tak menyambar-nyambar. Aku tak lagi memegang tali layar. Talinya kuikat di sisi kapal, begitu juga Ayah. Aku duduk bersantai di lantai perahu bersama dengan Ayah. Menikmati hujan berkah dari Allah.

“Alhamdulillah, doaku dikabulkan oleh Allah”, pikirku.

“Alhamdulillah, Allah memberikan pertolongan”, ucap Ayah.

Namun siapa yang sangka, tiba-tiba hujan Kembali menderas. Angin bertiup dengan keras. Petir menyalak dengan suara yang menggelegar. Aku dan Ayah belum siap dengan perubahan cuaca ini. Tiba-tiba, duarrr!! Jlegerrr!!

Petir menyambar layar perahu dan menyebabkan tiang layar terbakar, sampai api menyambar ke badan perahu. Beruntung air hujan memadamkan apinya. Tetapi perahu yang kunaiki hancur dan pecah. Aku dan Ayah terpisah. Terombang-ambing ombak, mengambang di atas pecahan badan perahu yang terbuat dari kayu.

Lama-lama pandangan mataku kabur. Aku berusaha mencapai Ayah. Tapi tak bisa, tenagaku habis. Pandanganku kabur, mataku menutup. Aku pingsan, tubuhku hanyut terbawa ombak.

“Lihat dia sudah sadar!”, teriak seseorang.

“Alhamdulillah, dia sudah sadar! Dia sudah sadar!”, sahut seorang lagi

“Hah, aku selamat? Siapa yang menolongku?” Sambil berpikir begitu aku berusaha bangun.

“Hei, dia berusaha bangun, cepat kau bantu!” seru orang pertama ke orang kedua. “Aku akan panggil Laksamana!”, lanjutnya.

“Laksamana? Apa ini kapal laksamana angkatan laut?”, gumamku sambal membuka mata.

Aku membuka mata. Pandanganku masih agak kabur. Pelan-pelan pandanganku normal lagi. Di dalam ruangan itu ada tujuh orang selain orang pertama yang pergi. Melihat seragamnya, aku menduga mereka pasukan kerajaan. Ruangan itu cukup luas untuk menampung sepuluh orang.

Lambat-lambat aku mendengar suara Langkah menuju ruangan kecil itu. Kira-kira ada tiga orang. Pelan-pelan pintu dibukakan oleh seseorang di dalam. Yang pertama masuk seseorang yang pakaiannya menjuntai sampai lantai ruangan. Aku menduga ia adalah Laksamana. Orang yang membantuku duduk sudah berdiri di pinggir ruangan.

“Selamat datang di kapalku, Muhammad Hua Cho!”, kata Laksamana sambal berjalan ke arah tempatku duduk.

“Bagaimana bisa Laksamana tahu namaku?”, tanyaku.

“Aku menyelamatkan kau bersama dengan ayahmu.”, jawab Laksamana dengan santai. “Ayahmu sudah siuman lebih dulu, dan memberitahukan namamu dan namanya, serta tujuannya berlayar”.

Aku baru sadar, seseorang di belakang Laksamana adalah ayahku. Aku langsung berlari ke arah Ayah dengan segenap tenaga lalu memeluknya. Ketika masuk ke pelukannya, aku tumpukan badanku kepadanya, dikarenakan tenagaku habis.

“Terima kasih ya Allah, telah menyelamatkan aku dan ayahku”, aku bersyukur dalam hati.

“Alhamdulillah, Allah telah memberikan bantuannya”, ucap Ayah.

Setelah diberi makan, aku pergi ke geladak kapal. Rupanya matahari sudah tenggelam. Laksamana hanya membawa rombongan dua buah kapal. Sambil memandang ke arah matahari tenggelam bersama Ayah, aku menyatakan, “Ayah, pengalaman ini takkan terlupakan. Tekadku sudah bulat, aku ingin menjadi laksamana angkatan laut seperti yang Ayah sarankan.”

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Wali Santri untuk Anak di Pondok

  (… sebutkan nama anak …)  اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ اَللَّهُمَّ فَقِّهُّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ اللَّهُمّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ اللَّهُمّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبَهُ، وَنُوْرَ صَدْرَهُ، وَجَلاَءَ حُزْنَهُ، وَذَهَابَ هَمَّهُ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لَهُ شَأْنَهُ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْهُ إِلَى نَفْسِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ Artinya: “Ya Allah rahmatilah (nama anak), Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1), Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2), Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3), Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4). Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang ...

PRINSIP TAISIR DALAM FIQIH MENURUT MANHAJ WASATH

Masjid Al Ghiffari IPB 8 Oktober 2017 Kajian rutin Ahad kedua Dr. Taufiq Hulaimi, Lc, MA Link rekaman video di youtube: #1: https://youtu.be/RAu9KP5ihq4 #2: https://youtu.be/ugKbRapphBI #3: https://youtu.be/bfbqMWPrKfM Prinsip pertama dalam manhaj al wasathiyah adalah at taysir. At taysir: *Fiqih dibuat mudah selama masih ada dalil yang mendukungnya.* Kebalikannya: At tasyaddud: Fiqih dibuat keras dan berat. AL WASATHIYAH Al Azhar Mesir mensosialisasikan prinsip al wasathiyah. *Al wasathiyah artinya di tengah.* Sesuatu yang terbaik. Wasathiyah kurang tepat jika diterjemahkan dengan kata 'moderat' tetapi lebih tepat diterjemahkan sebagai 'yang terbaik.' Manusia ada kecenderungan untuk menjadi terlalu keras atau terlalu cair. Islam tidak keduanya, tetapi di tengah. Dan biasanya *yang terbaik adalah yang di tengah.* Terlalu keras, segalanya tidak boleh, ekstrim kanan. Terlalu cair, segalanya boleh, ekstrim kiri. وَكَذَٰ...

Mahabbatullah II: Pupuk Cinta dan Tanda-Tanda Cinta

Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang sebab-sebab Mahabbatullah, kali ini kita akan membahas tentang amalan yang dapat memupuk Mahabbatullah dan tanda-tanda Mahabbatullah dalam diri kita. Di antara amalan pemupuk cinta adalah; 1. Membaca dan merenungi surat-surat cinta-Nya Allah azza wajalla, telah mengirimkan surat-suratNya kepada kita melalui perantaraan utusanNya al Mustofa. Maka jalan pertama untuk mencintai-Nya adalah dengan membaca surat-surat itu. الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al Baqarah 121) Dan tidak hanya membaca, tapi juga memperhatikan ayat-ayatnya dan mengkajinya. كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا...