"Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?"
"(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
"Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam taman surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar."
[Ash-Shaff: 10-12]
Potongan ayat ini menguatkan pesan bahwa, untuk mendapatkan kenikmatan yang besar perlu perjuangan besar, perlu ada yang dikorbankan.
Ibnul Qayyim bahkan menyebutkan;
"Semua orang yang berakal dari seluruh ummat bersepakat bahwa kenikmatan tidak dapat diraih dengan kenikmatan."
(Miftah Daarus-Sa'adah 15/2)
Jadi, bagi orang berakal, tidak diterima cara-cara gampang tuk menggapai kesuksesan.
Tidak diterima, hidup santai-santai, lalu di masa depan mau mendapatkan kenikmatan.
Imam Syafii pernah bersyair;
"Ada yang ingin menjadi ahli tanpa bersusah payah,
Memang gila itu bermacam-macam,
Harta saja tidak bisa didapat tanpa bersusah payah,
Maka apalagi dengan ilmu?"
Yang memilih santai dan cara gampang, harus bersiap dengan kesulitan di masa depan.
Masih dari syair Imam Syafi`i;
"Barangsiapa tidak bersabar dalam lelahnya pelajaran barang sejenak,
Maka harus bersabar dalam kebodohan seumur hidupnya".
Inilah trade off tuk hal-hal dunia. Adapun tuk hal-hal akhirat, maka akan lebih rugi lagi.
Apakah kita memilih kesenangan beberapa tahun lalu dibayar dengan kesengsaraan ribuan bahkan milyaran tahun? Super rugi.
Komentar
Posting Komentar