Di antara hadits yang populer tentang ramadhan adalah "...dibukanya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dan setan-setan diikat..."
Jika setan-setan diikat, maka pertanyaannya adalah; mengapa masih ada yang bermaksiat di Bulan Ramadhan?
Jawabannya sederhana saja; setan itu ibarat pelatih, orang yang sudah terlatih bermaksiat, maka bisa bermaksiat sendiri tanpa keberadaan pelatih.
Seperti sepakbola misalnya. Walaupun pelatihnya dikartu merah, sehingga tidak bisa lagi memberikan arahan dari pinggir lapangan, tim sepakbola yang handal, akan tetap bisa bermain dengan baik, minimal ga jelek-jelek amat, walaupun tidak ada arahan khusus dari pelatihnya.
Maka demikian juga dengan pelaku maksiat yang handal, setan diikat pun ia akan tetap "bermaksiat dengan baik", minimal ga jelek-jelek amat.
Kebalikannya berlaku untuk pelaku ibadah yang handal. Bahkan ia mungkin dapat "bermain" lebih baik. Karena tidak ada pelatih jelek yang memberikan arahan-arahan salah dari pinggir lapangan.
Mungkin ada di antara kita yang merasa aman; "Alhamdulillah, saya gak bermaksiat selama ramadhan, walaupun ibadah ala kadarnya".
Jangan salah.
Jika kita tidak termasuk pelaku maksiat handal dan pelaku ibadah handal, bisa jadi kita termasuk "penyia waktu yang handal".
Ini Ramadhan, pahala dilipatgandakan, keberkahan diobral.
Ibarat pekerjaan; gaji sedang dilipatgandakan, bonus sedang diobral.
Kalau kita mencukupkan diri dengan sesuatu yang ala kadarnya, menyia-nyiakan kesempatan sukses abadi di akhirat, berarti kita memang sudah terlatih, sudah handal, dalam menyia-nyiakan waktu. Ga ada setan pun, kita bisa sendiri.
...
...
Kemarin, anak saya bertanya ketika melihat jamaah isya dan tarawih yang berkurang drastis dibanding hari pertama; "Bi, kok yang sholat makin sedikit, kan setan lagi diikat?"
Inti jawaban saya sama seperti di atas; orang yang sudah terlatih untuk malas ke masjid, maka akan tetap malas ke masjid, walaupun setan, pelatihnya di luar Ramadhan, sedang diikat.
Aneh memang, sholat berjamaah di masjid itu diganjar pahala 27 derajat lebih tinggi, atau 27 x lipat daripada sholat di rumah, tapi tetap tidak sedikit yang malas menyambut panggilannya.
Padahal seandainya kita ditawari pekerjaan; "Kalau kerja di kantor Jakarta, gaji Anda 10 juta, tapi kalau mau kerja di kantor di Kalimantan, gaji Anda 270 juta", kira-kira mana yang kita pilih?
Ini baru tentang sholat wajib, belum tentang tarawih, tilawah quran, sedekah, dll...
dan, di Bulan Ramadhan semuanya dilipatgandakan!!
Jadi, apakah kita akan menjadi pemain handal di Liga Ramadhan ini atau sekedar pecundang?
Salam Olahraga :)
Jika setan-setan diikat, maka pertanyaannya adalah; mengapa masih ada yang bermaksiat di Bulan Ramadhan?
Jawabannya sederhana saja; setan itu ibarat pelatih, orang yang sudah terlatih bermaksiat, maka bisa bermaksiat sendiri tanpa keberadaan pelatih.
Seperti sepakbola misalnya. Walaupun pelatihnya dikartu merah, sehingga tidak bisa lagi memberikan arahan dari pinggir lapangan, tim sepakbola yang handal, akan tetap bisa bermain dengan baik, minimal ga jelek-jelek amat, walaupun tidak ada arahan khusus dari pelatihnya.
Maka demikian juga dengan pelaku maksiat yang handal, setan diikat pun ia akan tetap "bermaksiat dengan baik", minimal ga jelek-jelek amat.
Kebalikannya berlaku untuk pelaku ibadah yang handal. Bahkan ia mungkin dapat "bermain" lebih baik. Karena tidak ada pelatih jelek yang memberikan arahan-arahan salah dari pinggir lapangan.
Mungkin ada di antara kita yang merasa aman; "Alhamdulillah, saya gak bermaksiat selama ramadhan, walaupun ibadah ala kadarnya".
Jangan salah.
Jika kita tidak termasuk pelaku maksiat handal dan pelaku ibadah handal, bisa jadi kita termasuk "penyia waktu yang handal".
Ini Ramadhan, pahala dilipatgandakan, keberkahan diobral.
Ibarat pekerjaan; gaji sedang dilipatgandakan, bonus sedang diobral.
Kalau kita mencukupkan diri dengan sesuatu yang ala kadarnya, menyia-nyiakan kesempatan sukses abadi di akhirat, berarti kita memang sudah terlatih, sudah handal, dalam menyia-nyiakan waktu. Ga ada setan pun, kita bisa sendiri.
...
...
Kemarin, anak saya bertanya ketika melihat jamaah isya dan tarawih yang berkurang drastis dibanding hari pertama; "Bi, kok yang sholat makin sedikit, kan setan lagi diikat?"
Inti jawaban saya sama seperti di atas; orang yang sudah terlatih untuk malas ke masjid, maka akan tetap malas ke masjid, walaupun setan, pelatihnya di luar Ramadhan, sedang diikat.
Aneh memang, sholat berjamaah di masjid itu diganjar pahala 27 derajat lebih tinggi, atau 27 x lipat daripada sholat di rumah, tapi tetap tidak sedikit yang malas menyambut panggilannya.
Padahal seandainya kita ditawari pekerjaan; "Kalau kerja di kantor Jakarta, gaji Anda 10 juta, tapi kalau mau kerja di kantor di Kalimantan, gaji Anda 270 juta", kira-kira mana yang kita pilih?
Ini baru tentang sholat wajib, belum tentang tarawih, tilawah quran, sedekah, dll...
dan, di Bulan Ramadhan semuanya dilipatgandakan!!
Jadi, apakah kita akan menjadi pemain handal di Liga Ramadhan ini atau sekedar pecundang?
Salam Olahraga :)
Komentar
Posting Komentar