Langsung ke konten utama

Mengapa Kita Berpuasa Syawal


قال الحافظ إبن رجب رحمه الله

ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﺫﺍ ﺗﻘﺒﻞ ﻋﻤﻞ ﻋﺒﺪ ﻭﻓﻘﻪ ﻟﻌﻤﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻌﺪﻩ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ

ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﻓﻤﻦ ﻋﻤﻞ ﺣﺴﻨﺔ ﺛﻢﺍﺗﺒﻌﻬﺎ ﺑﻌﺪ ﺑﺤﺴﻨﺔ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻋﻼﻣﺔ ﻋﻠﻰ ﻗﺒﻮﻝ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺍﻷﻭﻟﻰﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺣﺴﻨﺔ ﺛﻢ ﺍﺗﺒﻌﻬﺎ ﺑﺴﻴﺌﺔ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻋﻼﻣﺔ ﺭﺩﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻭ ﻋﺪﻡ ﻗﺒﻮﻟﻬﺎ.

[لطائف المعارف ٢٤٤]

Berkata Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah:

"Sesungguhnya Allah apabila menerima amalan seorang hamba, maka Allah memberikan kemampuan kepadanya untuk beramal shalih lagi setelahnya, sebagaimana kata sebagian ulama:

Ganjaran kebaikan adalah kebaikan setelahnya, barangsiapa melakukan suatu kebaikan kemudian ia ikutkan dengan kebaikan yang lain maka itu adalah tanda diterimanya amal kebaikannya yang sebelumnya, sebagaimana orang yang melakukan kebaikan kemudian ia ikutkan dengan kejelekan maka itu adalah tanda ditolaknya kebaikan yang telah ia kerjakan dan tidak diterima."

[Lathaiful Ma'arif: 244]



Ternyata, di antara hikmah pensyariatan puasa Syawal adalah untuk menjadi bukti apakah amalan Ramadhan kita diterima oleh Allah azza wa jalla.

Mungkin karena amalan paling khusus di bulan Ramadhan adalah puasa, maka pembuktian yang diharapkan pun dalam bentuk puasa.

Jika ditanya kenapa 6 hari? Mungkin karena biasanya sunnah puasa di bulan lain adalah 3 hari (minimal). Maka khusus untuk lulusan Ramadhan, harus ada pembuktian yang lebih dari biasanya.

Ketika berbicara puasa Syawal, tidak sedikit yang membahas tentang boleh tidaknya mendahulukan puasa syawal sebelum puasa ganti.

Masalah tersebut adalah khilafiyah di kalangan ulama. 'Aisyah Ummul Mu'minin sendiri diriwayatkan mengganti puasa Ramadhannya di bulan Sya'ban. Agak janggal kalau mau berkesimpulan bahwa 'Aisyah tidak mengamalkan puasa Syawal yang sangat utama.

Namun, jika diteliti perhitungan matematika syariat puasa ini, sepertinya kita tidak perlu terlalu ribut dengan puasa mana yang didahulukan.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
 “Puasa Ramadhan balasannya bagaikan sepuluh bulan (berpuasa) dan puasa enam hari Syawal adalah bagaikan dua bulan, maka jumlah demikian adalah puasa setahun”. (H.R. Ibnu Khuzaimah)

Dan pada hadits tentang puasa yang lain:
Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari)

Ulama menjelaskan hadis di atas dengan mengatakan bahwa hal itu dikarenakan setiap 3 hari berpuasa diganjar dengan pahala 30 hari berpuasa.

Semua perhitungan matematika ini berujung pada firman Allah azza wa jalla:

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

Barang siapa mengerjakan kebaikan maka baginya adalah sepuluh balasan kadarnya…(al-An`am 160)

Maka, bagi mereka yang disibukkan dengan puasa ganti di bulan Syawal, sehingga tidak sempat berpuasa syawal, masih mendapat kemungkinan untuk mendapatkan pahala puasa setahun dengan menggenapkan jumlah puasanya di bulan lain sesuai hitungan matematikan amal sholih yang telah disyariatkan Allah Yang Maha Pemurah.

Tentu saja,

mereka yang berjuang keras mengganti puasa Ramadhannya di bulan Syawal,

lalu melanjutkan dengan puasa 6 hari di bulan Syawal,

sampai-sampai hampir tidak ada hari tersisa baginya di bulan Syawal kecuali dengan berpuasa,

seperti sebagian wanita yang haid di bulan Ramadhan,

dan ia pun masih harus menghindari puasa di hari-hari haid di bulan Syawal,

maka mudah-mudahan itu menjadi bukti diterimanya amal Ramadhan mereka dengan predikat: Excellent.


Dan,
bagi yang mengaku "jantan",
tapi bermalas-malasan dalam puasa Syawal,
seharusnya malu,
terhadap para sholihah luar biasa itu.




Puasa Syawal, adalah kebahagiaan lain bagi para pejuang Ramadhan.

Mungkin seperti peserta ujian masuk perguruan tinggi/perusahaan yang menanti-nanti pengunguman lalu mendapatkan pemberitahuan: Anda Diterima.



Bandung, 18 Syawal 1436

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Wali Santri untuk Anak di Pondok

  (… sebutkan nama anak …)  اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ اَللَّهُمَّ فَقِّهُّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ اللَّهُمّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ اللَّهُمّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبَهُ، وَنُوْرَ صَدْرَهُ، وَجَلاَءَ حُزْنَهُ، وَذَهَابَ هَمَّهُ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لَهُ شَأْنَهُ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْهُ إِلَى نَفْسِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ Artinya: “Ya Allah rahmatilah (nama anak), Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1), Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2), Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3), Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4). Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang ...

PRINSIP TAISIR DALAM FIQIH MENURUT MANHAJ WASATH

Masjid Al Ghiffari IPB 8 Oktober 2017 Kajian rutin Ahad kedua Dr. Taufiq Hulaimi, Lc, MA Link rekaman video di youtube: #1: https://youtu.be/RAu9KP5ihq4 #2: https://youtu.be/ugKbRapphBI #3: https://youtu.be/bfbqMWPrKfM Prinsip pertama dalam manhaj al wasathiyah adalah at taysir. At taysir: *Fiqih dibuat mudah selama masih ada dalil yang mendukungnya.* Kebalikannya: At tasyaddud: Fiqih dibuat keras dan berat. AL WASATHIYAH Al Azhar Mesir mensosialisasikan prinsip al wasathiyah. *Al wasathiyah artinya di tengah.* Sesuatu yang terbaik. Wasathiyah kurang tepat jika diterjemahkan dengan kata 'moderat' tetapi lebih tepat diterjemahkan sebagai 'yang terbaik.' Manusia ada kecenderungan untuk menjadi terlalu keras atau terlalu cair. Islam tidak keduanya, tetapi di tengah. Dan biasanya *yang terbaik adalah yang di tengah.* Terlalu keras, segalanya tidak boleh, ekstrim kanan. Terlalu cair, segalanya boleh, ekstrim kiri. وَكَذَٰ...

Mahabbatullah II: Pupuk Cinta dan Tanda-Tanda Cinta

Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang sebab-sebab Mahabbatullah, kali ini kita akan membahas tentang amalan yang dapat memupuk Mahabbatullah dan tanda-tanda Mahabbatullah dalam diri kita. Di antara amalan pemupuk cinta adalah; 1. Membaca dan merenungi surat-surat cinta-Nya Allah azza wajalla, telah mengirimkan surat-suratNya kepada kita melalui perantaraan utusanNya al Mustofa. Maka jalan pertama untuk mencintai-Nya adalah dengan membaca surat-surat itu. الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al Baqarah 121) Dan tidak hanya membaca, tapi juga memperhatikan ayat-ayatnya dan mengkajinya. كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا...