“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).
Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Syarh Shahih Muslim (8/328); “Afdhalnya adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Idul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keutamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”.
Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir Bulan Syawal.
Namun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam berbuat kebajikan.
Di antaranya firman Allah Ta`ala;
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَٰئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.
(Ali Imran: 114)
Dan juga, dalam hadits yang lain terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Idul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama. Seperti sholat sunnah ba`diyah yang tidak berselang lama dari sholat fardhunya.
Jika pun diakhirkan karena mencontoh hari raya tasyrik, maka lebih utama untuk tidak melewati 3 hari sebagaimana tasyrik hanya berlangsung 3 hari.
Dan boleh saja, bagi mereka yang sudah niat berpuasa sunnah Syawal lalu membatalkannya ketika ada undangan makan dari saudaranya pada siang harinya.
Adapun bagi yang memiliki utang puasa, lebih utama baginya untuk membayar utangnya terlebih dahulu.
Wallahu a`lam bishshowab
Komentar
Posting Komentar