Langsung ke konten utama

Sekilas tentang Syiah


Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin sepeninggal Rasulullah saw.

Pada hakikatnya, imamah merupakan worldview (pandangan dan pegangan hidup) bagi Syiah. Dan sebagai kelanjutan dari idiologi ini, maka khalifah-khalifah pertama, kedua, dan ketiga yaitu Abu Bakar, Umar, dan Usman adalah Khalifah yang tidak sah, pengkhianat, perampok-perampok yang berdosa, karena mengambil jawatan dan pangkat khalifah tanpa kebenaran dari Ali. Oleh karena itu syiah selalu mencaci maki para sahabat Rasulullah saw.

Dalam menelusuri kemunculan pengikut Imam Ali yang dikenal dengan penamaan sebagai kaum Syiah, perlu dilihat dari dua hal, yaitu aspek politik dan aspek aqidah.

Pertama: Politik

Kemunculan syiah dari segi politik bermula selepas wafatnya nabi Muhammad saw, dan puncaknya adalah setelah pembunuhan Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat Islam bersatu, tidak ada perselisihan yang tajam. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahan, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah-belah.

Peristiwa pembunuhan Usman menimbulkan munculnya perseteruan antara Mua’wiyah dan Ali, di mana pihak Mu’awiyah menuduh pihak Ali sebagai otak pembunuhan Usman. Ali diangkat menjadi khalifah keempat oleh masyarakat Islam di Madinah. Pertikaian keduanya juga berlanjut dalam memperebutkan posisi kepemimpinan umat Islam setelah Mu’awiyah menolak diturunkan dari jabatannya sebagai gubernur Syria. Konflik Ali-Muawiyah adalah starting point dari konflik politik besar yang membagi-bagi umat ke dalam kelompok-kelompok aliran pemikiran.

Krisis politik sejak pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan disusul kemudian dengan penolakan Muawiyah bin Abu Sufyan terhadap eksistensi kekhalifahan imam Ali, dengan sendirinya telah membangkitkan ketegangan politik yang dari kedua belah pihak yang bertikai sehingga berujung terjadinya perang Siffin. Perang Siffin inilah merupakan puncak krisis politik umat Islam. Dalam sejarah dikatakan sebagai fitnah besar “al-fitnah al-kubra”. Dari fitnah ini juga di kemudian hari terus menerus berkembang dan membesar dalam melukiskan proses dan perjalanan panjang sejarah politik umat Islam dari generasi ke generasi antara Sunni dan Syiah.

Kedua: Aqidah

Adapun kemunculan syiah secara aqidah yang di kemudian hari dalam perkembangannya bernuansa ekstrim dan sesat, ditandai dengan penglibatan seseorang yang bernama Abdullah bin Saba’. Ia adalah seorang Yahudi berasal dari San’a Yaman yang datang ke Madinah kemudian berpura-pura setia kepada Islam pada masa akhir khilafah Utsman bin Affan. Padahal dialah yang sesungguhnya mempelopori kudeta berdarah dan melakukan pembunuhan kepada khalifah Utsman bin Affan. Dialah juga pencetus aliran aqidah Syiah yang kemudian berlebihan dalam mengkultuskan (memuliakan) Ali bin Abi Thalib.

Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya dari secara sembunyi hingga terang-terangan. Ia kemudian mengumpulkan orang ramai, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi saw.

*Jenis-Jenis Syiah*

Syiah sendiri ada berbagai aliran dan jenis, yang mana kedudukannya berbeda satu dengan yang lain.

Ada syiah yang _sekedar_ mengutamakan Ali bin Abi Thalib di atas sahabat yang lain, tidak sampai menuduh sahabat lain radhiallahu `anhum telah berbuat makar, apalagi kafir dst.

Syiah ini dikenal dengan Syiah Zaidiyah, dan ulama ulama mereka juga menjadi rujukan ulama sunni seperti Imam ash Shan`ani dan Imam asy Syaukani.

*Namun*, syiah yang paling banyak dan paling eksis saat ini adalah *Syiah Imamiyah Itsna Atsariyah*, yang merupakan kelompok *sesat*, bahkan kafir.

Mereka menghina dan mengkafirkan para sahabat yang berseberangan dg Ali ra.

Syahadat mereka berbeda, bahkan rukun islam dan rukun imannya berbeda.

Ahlussunnah : Rukun Islam ada 5 (lima)

1)      Syahadatain

2)      As-Sholah

3)      As-Shoum

4)      Az-Zakah

5)      Al-Haj

Syiah : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:

1)      As-Sholah

2)      As-Shoum

3)      Az-Zakah

4)      Al-Haj

5)      Al wilayah

2.      Ahlussunnah : Rukun Iman ada 6 (enam) :

1)      Iman kepada Allah

2)      Iman kepada Malaikat-malaikat Nya

3)      Iman kepada Kitab-kitab Nya

4)      Iman kepada Rasul Nya

5)      Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat

6)       Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.

Syiah : Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*

1)      At-Tauhid

2)      An Nubuwwah

3)      Al Imamah

4)      Al Adlu

5)      Al Ma’ad

Dari sini sudah tampak jelas kesesatan mereka, krn perbedaan rukun islam dan rukun iman ini dituliskan di buku2 mereka sendiri.

Di antara latar belakang perbedaan itu sendiri krn begitu bencinya mereka dengan Umar bin al Khattab, yang merupakan sahabat periwayat hadits yg menjadi landasan rukun islam dan rukun iman muslim ahlus sunnah.

Di antara 10 ciri aliran sesat yang telah dijelaskan Majelis Ulama Indonesia, ciri pertama adalah pengingkaran (berbedanya) terhadap Rukun Iman dan Rukun Islam. Dan syiah secara gamblang telah mengakui bahwa mereka memang punya rukun islam dan rukun iman sendiri.

Maka sebenarnya mereka telah mengakui kesesatan mereka sendiri.

Semoga Allah melindungi kita dan kaum muslimin dari kesesatan dan kezhaliman syiah.

Wallahul musta`an
Wallahu a`lam bish showab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...