Langsung ke konten utama

Hukuman Pelaku Riba di 5 Fase Kehidupan


1. Hukuman di Dunia

Allah memberi ancaman, Allah akan membinasakan riba

“Allah membinasakan riba dan menumbuhkan sedekah.”
(QS. Al-Baqarah: 276)

Kapan hukuman di dunia ini diberikan?

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hanya menyebutkan bahwa akhir urusannya akan miskin:

“Siapapun yang memperbanyak hartanya dengan cara riba, maka akhir urusannya akan menjadi miskin.”
(HR. Ibnu Majah 2279, shahih)

2. Hukuman di Alam Kubur

Pemakan riba mendapat ancaman hukuman di alam kubur dalam bentuk berenang di sungai darah.

Di dalam hadits tentang azab kubur; “....Lalu kami pun berangkat, kemudian kami mendatangi suatu sungai. Aku (yaitu Samurah bin Jundab) mengira bahwasanya Beliau bersabda, “Sungai berwarna merah laksana darah. Tiba-tiba di sungai itu ada orang yang sedang berenang dan di tepi sungai ada seseorang lainnya yang sedang mengumpulkan banyak batu. Kemudian orang yang berenang di sungai itu mendatangi orang yang mengumpulkan batu. Lalu ia membukakan mulutnya di dekatnya, maka orang (yang mengumpulkan batu itu) menyuapkan batu ke mulutnya. Lalu ia pergi berenang kembali kemudian kembali lagi padanya. Setiap kali ia kembali mendatanginya, ia membuka mulutnya dan orang (yang mengumpulkan batu) itu menyuapkan sebuah batu kepadanya. Aku bertanya kepada keduanya, “Siapakah mereka ini?”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun orang yang engkau datangi sedang berenang di sungai lalu disuapkan batu (ke mulutnya) maka sesungguhnya ia adalah pemakan riba”.
(HR. Bukhari)

3. Hukuman ketika Dibangkitkan dari Alam Kubur

Mereka akan dibangkitkan dari kuburnya seperti orang sakit ayan, karena kerasukan setan.

“Orang-orang yang makan riba tidak dibangkitkan melainkan seperti berdirinya orang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”
(QS. Al-Baqarah: 275)

Allah menyebutkan di lanjutan ayat, alasan mengapa pemakan riba dibangkitkan seperti orang sakit ayan yang kesurupan setan.

“…hal itu disebabkan mereka menyatakan, bahwa jual beli itu seperti riba.”
(QS.Al-Baqarah: 275)

Mereka memiliki prinsip demikian, karena saking kuatnya upaya pembelaan mereka terhadap riba, sehingga mereka seperti orang gila.
(Tafsir As-Sa’di, hlm.116)

4. Hukuman di Mahsyar

Barangkali hukuman ini sangat menakutkan, ada orang yang ditantang perang oleh Allah di padang mahsyar.

”Jika kalian tidak meninggalkan riba, maka umumkan untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya.”
(QS. Al-Baqarah: 279)

Ibnu Abbas menjelaskan ayat ini,

”Besok di hari kiamat para pemakan riba akan dipanggil 'ambil senjatamu, untuk perang!' "
(Tafsir Ibnu Katsir, 1/716)

Orang yang tidak mau meninggalkan riba, dia ditantang perang oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketika dia tidak mau bertaubat, berarti dia pemberontak agama.

5. Hukuman Setelah Hisab

Hukuman setelah hisab bagi pemakan riba adalah ancaman neraka. Mereka diancam dengan neraka karena termasuk pelaku kekafiran.

”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
(QS. Al-Baqarah: 276)

Bahkan, pemakan riba divonis kekal di neraka. Padahal sedikit saja dosa yang diancam dengan kekekalan di neraka.

”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(QS.Al-Baqarah: 275)

Inilah seburuk-buruk kondisi di akhirat.

Semoga Allah menguatkan kita untuk menjauhi riba.

Allah-lah sebaik-baik Penolong.

#AyokeBankSyariah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...