Dikisahkan, setelah berhijrah ke Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyadari bahwa Yahudi menguasai perdagangan di kota Madinah melalui penguasaan atas pasar Bani Qainuqa.
Nabi saw pun berkeinginan agar Madinah memiliki pasar lain yang bebas dari kekuasaan Yahudi.
Lantas beliau saw memasang tenda besar di tempat Baqi’ Ibnuz Zubair. Nabi saw meresmikan pasar ini dengan mengatakan,
هَذَا سُوْقُكُمْ
“Ini adalah pasar kalian, kaum muslimin.”
Hal ini membuat orang-orang Yahudi marah besar. (Al-Ishthifa’i min Sirah Al-Mushthafa, hlm. 230)
Mengapa mereka marah? Karena mereka akan kehilangan customer yang akan memperkaya mereka.
Karena mereka tahu, ekonomi adalah salah satu penopang peradaban. Maka ketika ekonomi umat Islam kuat, peradaban Islam akan menguat, dan akhirnya menumbangkan kecurangan, riba dan kezhaliman yang menjadi kebiasaan muamalah mereka.
Di sinilah urgensi bagi orang-orang beriman memiliki pasar di mana uang mereka berputar di antara mereka sendiri.
Pasar yang saling menguatkan antar orang beriman akan memperkuat aktifitas ibadah dan kebaikan yang akan terus tersebar.
Lebih mahal pun tidak apa. Karena lebih mahalnya itu akan digunakan untuk membeli makan bagi keluarga muslim beriman, energi sholat mereka, bahkan terkadang menambah menu berbuka puasa (sunnah).
Lebih mahalnya itu akan dipakai untuk biaya sekolah dan mengaji anak-anak mereka.
Lebih mahalnya itu akan jadi tambahan bensin saat naik motor ke masjid, atau lebih mahalnya itu akhirnya ke kotak amal juga di hari Jumat.
Maka, lebih mahalnya itu tidak menambah apa-apa kecuali berkah.
Nabi pernah ditanya mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Jawaban Nabi, "Kerja dengan tangan dan semua jual beli yang mabrur"
[HR Bazzar no. 373, dishahihkan oleh Al Hakim].
Di antara makna mabrur adalah kebaikan yang banyak.
Satu jual beli, berujung pada energi kehidupan keluarga muslim yang beriman, energi sholat dan tilawah mereka, pada biaya sekolah anak-anak mereka, atau bahkan menambah infaq-infaq mereka di kotak amal.
Maka jual beli antar muslim yang beriman adalah jual beli mabrur, insya Allah.
Jual beli itu dua sisi. Saat kita menjadi penjual, mari teruskan hadirkan solusi produk dan layanan yang baik dan terjangkau oleh kocek-kocek kaum muslimin yang mungkin tidak terlalu tebal.
Saat kita menjadi pembeli, mari terus hadirkan rasa toleransi terhadap kekurangan layanan/produk, atau kelebihan harga dari saudara seiman kita yang kebetulan bukan ahli bisnis dan perdagangan.
"Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati seseorang yang memudahkan ketika menjual dan membeli, dan ketika menagih haknya dari orang lain."
[HR. Al Bukhari no.2076]
Jika rahmat Allah sudah didapat, rasanya surga semakin dekat. Semoga Allah mudahkan ikhtiar kita.
#belisesamamuslim
Bogor, 1 Rabiul Awwal 1443H
Komentar
Posting Komentar