Dzikir antara Menyendiri dan Berjamaah
Di antara kenikmatan dunia adalah lisan yang
terus berdzikir. Bagaimana tidak, bukankah dzikr itu sumber ketentraman hati?
Di manakah arti harta, jabatan, keluarga dan anak-anak, jika pemiliknya tidak
memiliki ketenteraman hati?
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ١٣:٢٨
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ١٣:٢٨
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati-hati mereka menjadi tenteram
dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir
(mengingat) kepada Allah-lah, hati akan menjadi tenteram". [ar Ra'd / 13 :
28].
Dalam mencari ketenteraman hati ini, ada yang melakukannya secara bersama-sama, ada pula yang menyendiri. Islam memfasilitasi keduanya sebagaimana dijelaskan dalam dalil dan pengamalan para salafush sholeh.
Dalam kitab al-Adzkar karya Abu Zakaria Yahya
bin Syaraf an-Nawawi, disebutkan hadits-hadits keutamaan majelis dzikir.
Penyebutan hadits-hadits tersebut dalam kitabnya yang khusus membahas dzikir,
menjelaskan bahwa al-Imam an-Nawawi membenarkan keutamaan dzikir bermajelis.
Berikut ini adalah sebagian hadits yang beliau sebutkan:
"Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah ta'ala (yadzkurunallaha ta'ala), melainkan mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka sakinah (ketenangan) dan mereka disebut-sebut oleh Allah di hadapan (makhluk) yang berada di sisi-Nya"
[Shahih Muslim]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah keluar menuju sekumpulah sahabatnya, lalu beliau bersabda, "Apa yang membuat kalian berkumpul di sini?" Para sahabat menjawab, "Kami duduk dalam rangka berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala dan memujiNya atas petunjuk dan karuniaNya kepada kami, sehingga kami dapat masuk Islam."
Lalu beliau bersabda,"Demi Allah, apakah tidak ada yang menyebabkan kalian berkumpul di sini kecuali hal tersebut? Adapun aku, maka aku tidak pernah meminta kalian untuk bersumpah untuk menuduh kalian, akan tetapi Jibril telah datang kepadaku, lalu memberitahukan bahwa sesunguhnya Allah subhanahu wata'ala membangga-banggakan kalian di hadapan para malaikat"
[Shahih Muslim]
"Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka berhentilah" Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan taman-taman surga tersebut?" Beliau menjawab, "Majelis-majelis dzikir, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala mempunyai rombongan-rombongan dari para malaikat yang mencari majelis-majelis dzikir, maka apabila mereka mendapatinya, mereka mengelilinginya." [Hadits riwayat at-Tirmidzi dan lainnya, hasan menurut Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali]
"Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah ta'ala (yadzkurunallaha ta'ala), melainkan mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka sakinah (ketenangan) dan mereka disebut-sebut oleh Allah di hadapan (makhluk) yang berada di sisi-Nya"
[Shahih Muslim]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah keluar menuju sekumpulah sahabatnya, lalu beliau bersabda, "Apa yang membuat kalian berkumpul di sini?" Para sahabat menjawab, "Kami duduk dalam rangka berdzikir kepada Allah subhanahu wata'ala dan memujiNya atas petunjuk dan karuniaNya kepada kami, sehingga kami dapat masuk Islam."
Lalu beliau bersabda,"Demi Allah, apakah tidak ada yang menyebabkan kalian berkumpul di sini kecuali hal tersebut? Adapun aku, maka aku tidak pernah meminta kalian untuk bersumpah untuk menuduh kalian, akan tetapi Jibril telah datang kepadaku, lalu memberitahukan bahwa sesunguhnya Allah subhanahu wata'ala membangga-banggakan kalian di hadapan para malaikat"
[Shahih Muslim]
"Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka berhentilah" Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan taman-taman surga tersebut?" Beliau menjawab, "Majelis-majelis dzikir, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala mempunyai rombongan-rombongan dari para malaikat yang mencari majelis-majelis dzikir, maka apabila mereka mendapatinya, mereka mengelilinginya." [Hadits riwayat at-Tirmidzi dan lainnya, hasan menurut Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali]
Kebaikan dalam dzikir berjamaah ini lebih
jelas lagi dalam hadits takbir hari raya yang dicantumkan al-Bukhori dalam
Shahih-nya:
Diriwayatkan oleh Ummi Atiyah, beliau berkata :
"كنا نؤمر أن نخرج يوم العيد حتى نخرج البكر من خدرها, حتى نخرج الحيض
فيكن خلف الناس, فيكبرن بتكبيرهم, ويدعون بدعائهم, ويرجون بركة ذلك اليوم
وطهرته" أهـ ففي قولها " فيكبرن بتكبيرهم" يدل على سنيتها, فكيف يقال إنها بدعة
Artinya : “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya sehingga para wanita yang perawanpun diperintah keluar dari rumahnya, begitu juga wanita-wanita yang sedang haid dan mereka berjalan dibelakang para manusia kemudian para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia dan berdoa dengan doanya para manusia serta mereka semua mengharapkan keberkahan dan kesucian hari raya tersebut. [Hadits no.871]
Dan Redaksi فيكبرن بتكبيرهم Itu menunjukan kesunahan takbir secara berjamaah.
Dan berdasarkan Hadist Bukhori No 594/2 :
أن عمر كان يكبّر في قبّته بمنىً فيسمعه أهل المسجد فيكبّرون ويكبّر أهل الأسواق حتى ترتجَّ منىً تكبيرا
Artinya : “Bahwasanya sahabat umar bertakbir di qubahnya yang
berada di tanah mina lalu penduduk masjid mendengarnya dan kemudian mereka
mengikutinya bertakbir. begitu penduduk pasar bertakbir sehingga tanah mina
bergema dengan suara takbir"
Dan Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i ra dalam
kitab Al’Um :
Artinya : “Ketika manusia melihat
hilalnya bulan syawal aku senang, gembira agar para manusia untuk bertakbir
secara bersama dan sendiri-sendiri, baik dimasjid, pasar, rumah sedang
bepergian atau bermukim dan setiap keadaan dan dimanapun mereka berada.
Demikian dalil-dalil bagi pencari kenikmatan
ini dengan berjamaah. Lalu bagaimana dengan mereka yang menyukai menyendiri?
Dzikir sendirian disebutkan dalam hadis yang
sama dengan dzikir bermajelis.
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku bersama hamba-Ku apabila dia berdzikir kepada-Ku. Maka bila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku dengan tersembunyi pada dirinya, maka Aku akan mengingatnya dengan sendirian. Dan bila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku di depan halayak ramai, maka Aku akan menyebutnya di hadapan halayak yang lebih dari halayaknya.”
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku bersama hamba-Ku apabila dia berdzikir kepada-Ku. Maka bila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku dengan tersembunyi pada dirinya, maka Aku akan mengingatnya dengan sendirian. Dan bila hamba-Ku berdzikir kepada-Ku di depan halayak ramai, maka Aku akan menyebutnya di hadapan halayak yang lebih dari halayaknya.”
[HR. Bukhari dari Abu Hurairah radliyallahu
'anhu dan Muslim dalam Shahih keduanya].
Dalam menjelaskan makna hadits ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menerangkan: “Yang dimaksud dengan berdzikir di depan khalayak ramai itu adalah berdzikir dengan berjamaah.”
Lebih lanjut beliau mengatakan : “Sebagian Ulama’ mengatakan bahwa dari hadits ini diambil pengertian bahwa dzikir khafiy (yakni dengan tersembunyi) itu lebih utama dari dzikir jahriy (yakni berdzikir dengan bersuara).”
Dalam menjelaskan makna hadits ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menerangkan: “Yang dimaksud dengan berdzikir di depan khalayak ramai itu adalah berdzikir dengan berjamaah.”
Lebih lanjut beliau mengatakan : “Sebagian Ulama’ mengatakan bahwa dari hadits ini diambil pengertian bahwa dzikir khafiy (yakni dengan tersembunyi) itu lebih utama dari dzikir jahriy (yakni berdzikir dengan bersuara).”
Dari hadits ini, kita mendapati pengertian
bahwa Ibnu Hajar telah berijtihad dengan mengambil pengertian dari hadits ini, bahwa
dzikir itu ada yang dilakukan dengan sendiri-sendiri dan ada pula dengan
berjamaah.
Adapun tentang keutamaan dzikir sendirian
yang sangat besar, disebutkan dalam hadis berikut:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari di saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Seorang pemimpin yang adil. Seorang pemuda yang tumbuh dalam ketekunan beribadah kepada Allah. Seorang lelaki yang hatinya selalu bergantung di masjid. Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya. Seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang perempuan cantik lagi berkedudukan namun mengatakan, ‘Aku merasa takut kepada Allah’. Seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sampai-sampai tangan kanannya tidak mengerti apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya (terbalik, seharusnya ’sampai-sampai tangan kirinya tidak mengerti apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya’, pent). Dan juga seorang yang mengingat Allah di saat sendirian hingga kedua matanya mengalirkan air mata.”
(HR. al-Bukhari)
Lebih jauh lagi, pada dasarnya islam mengajarkan agar beramal secara sembunyi-sembunyi. Hal ini juga dapat kita lihat pada hadis di atas, ketika disebutkan tentang sedekah tangan kanan yang tidak diketahui tangan kirinya. Dan masih banyak dalil-dalil yang menunjukkan pada hal tersebut. Ini semua tidak lain agar ikhlas dapat lebih didekati, dan riya dapat lebih dijauhi. Dan ikhlas adalah inti tauhid, pondasi utama syariat yang mulia ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari di saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Seorang pemimpin yang adil. Seorang pemuda yang tumbuh dalam ketekunan beribadah kepada Allah. Seorang lelaki yang hatinya selalu bergantung di masjid. Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya. Seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang perempuan cantik lagi berkedudukan namun mengatakan, ‘Aku merasa takut kepada Allah’. Seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sampai-sampai tangan kanannya tidak mengerti apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya (terbalik, seharusnya ’sampai-sampai tangan kirinya tidak mengerti apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya’, pent). Dan juga seorang yang mengingat Allah di saat sendirian hingga kedua matanya mengalirkan air mata.”
(HR. al-Bukhari)
Lebih jauh lagi, pada dasarnya islam mengajarkan agar beramal secara sembunyi-sembunyi. Hal ini juga dapat kita lihat pada hadis di atas, ketika disebutkan tentang sedekah tangan kanan yang tidak diketahui tangan kirinya. Dan masih banyak dalil-dalil yang menunjukkan pada hal tersebut. Ini semua tidak lain agar ikhlas dapat lebih didekati, dan riya dapat lebih dijauhi. Dan ikhlas adalah inti tauhid, pondasi utama syariat yang mulia ini.
Wallahu a'lam
Wallahul-musta' an
Komentar
Posting Komentar