Langsung ke konten utama

Keluarga Qurban Sejati

Ini adalah hikmah, kisah, dari keluarga pequrban sejati.

Pemilik suri teladan yang telah diabadikan al Quran

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

“Sesungguhnya telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.”    (QS. Al Mumtahanah: 4)

Di antara sekian banyak kisah bertabur hikmah, kita coba dalami 2 petikan kisah sarat makna dari keluarga Bapak Para Nabi ini.

Alkisah, Ibrahim as terbangun dari tidurnya lalu mengajak istrinya, Hajar untuk mempersiapkan diri demi perjalanan yang jauh.

Lalu, Ibrahim as pun berangkat membawa istrinya, Hajar, dan anaknya yang masih bayi, Ismail, ke tempat yang jauh.

Sampailah mereka di Jazirah Arab. Tak tampak hewan, tak tampak tumbuhan, pun air tak terlihat. Jelaslah bahwa itu adalah daerah tak berpenghidupan.

Apa yang dilakukan Ibrahim as ketika itu?

Di tempat itu beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu.

Tentu saja sang Istri terkejut dengan tindakan suaminya tersebut.

Dia pun mengikuti suaminya dari belakang sambil bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab, “benar“.  Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan mereka.

Inilah pelajaran qurban yang sangat dahsyat dari keluarga Ibrahim as.


TAWAKKAL.

Ia adalah bagian dari prasangka baik kepada Allah. Suatu kewajiban.

Kisah Hajar dan Ismail kecil masih berlanjut.

Setelah perbekalan mereka habis, Ismail kecil mulai kelaparan hingga akhirnya menangis meraung.

Sang Ibu, yang tidak memiliki lagi perbekalan pun mulai bingung.

Akhirnya ia memutuskan untuk berlari mencari air.

Ke bukit Shofa ia berlari, ternyata tidak ada air.
Ke bukit Marwa ia pun berlari, ternyata tidak ada air.
Kembali ia ke bukit Shofa, ternyata masih tidak ada air.

Demikianlah ia terus berlari hingga ketika sudah 7 kali, tiba-tiba air muncul dari tanah dekat kaki Ismail kecil.

Maka dahaga mereka pun terhilangkan.

Hikmah kisah ini ada pada berlarinya Hajar demi kebutuhan hidupnya (air).

Ini yang disebut dengan IKHTIAR. Berusaha.

Ia adalah bagian dari jalan yang diberikanNya untuk menuju anugerahNya.

Dari 2 hikmah ini kita melihat bahwa ternyata Hajar telah menunjukkan 2 kunci kesuksesan di dunia dan akhirat.

yaitu: Tawakkal dan Ikhtiar.

Tawakkal Hajar begitu sempurna; bahwa setiap yang diperintahkan Allah tidak akan mendatangkan keburukan. Ini adalah bentuk kesabaran dalam melaksanakan syariat.

Pun, demikian hebatnya tawakkal Hajar, tidak membuat ia bermalas-malasan ketika perbekalannya habis. Ia berlari ke sana ke mari demi mencari sebab-sebab datangnya anugerah Allah.

Dan yang menarik adalah, air itu ternyata tidak muncul di bukit Shofa ataupun Marwa. Tapi ia muncul justru di dekat Ismail kecil, anaknya sendiri.

Seolah Allah ingin menunjukkan bahwa; tidak selamanya anugerah dari Allah datang secara lurus dari jenis usaha yang kita lakukan.

Melainkan Allah, berhak memberi, kepada siapa pun yang dikehendakiNya, dari arah yang tidak disangka-sangka, tanpa perhitungan !!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...