Langsung ke konten utama

Hadiah untuk Pegawai

[Seri Belajar Muamalah - 010]

Begitu pentingnya hal ini sehingga para ulama memberikan bab khusus dalam pembahasannya.

Di antaranya adalah Imam Bukhari yang membuat bab khusus dengan judul: Hadayal 'Ummal (hadiah-hadiah bagi para pegawai).

Hukum asal hadiah adalah sunnah, dianjurkan.

Namun hukum asal hadiah bagi pegawai karena pekerjaannya adalah haram.

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda;

“Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan; 'Ini untukmu dan ini hadiah untukku!'

Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing...“
[HR. Bukhari no.7174]

Disebutkannya secara khusus tentang ancamannya di akhirat menunjukkan besarnya keharaman amalan ini.

Haramnya hadiah bagi pegawai di antaranya karena ia membuka pintu risywah (suap) yang merupakan dosa besar pula.

Logika ini sejalan dengan pengelolaan perusahaan/pemerintahan yang baik, di mana hadiah seperti ini dikategorikan gratifikasi yang terlarang.

Lalu bagaimana status tips yang terkadang diberikan kepada pelayan restoran atau supir taksi misalnya?

Imam Ibnu Baththol dalam kitab Syarah Shahih Bukhari dan Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitab Fathul Baari memberikan keluasan terkait hal ini dengan membolehkan hadiah tersebut jika memang diizinkan sistem perusahaan.

Hal ini berdasarkan sebuah hadits shahih riwayat Imam Muslim yang memberikan keringanan dalam hal ini.

Lebih jauh lagi, tips seperti itu sering juga dilandasi keinginan bersedekah, karena pelayan resto, atau supir, atau petugas pengangkut sampah misalnya, memang biasanya berpenghasilan kecil, belum terjamin kehidupannya. Jadi mereka diberi tips bukan karena jabatan mereka, melainkan karena belas kasihan.

Ini berbeda dengan hadiah yang diberikan kepada pegawai karena jabatannya.

Nabi shallallahu `alaihi wasallam bersabda;
“Hadiah bagi pekerja adalah pegkhianatan.”
[HR. Ahmad, 5/424, shahih]

Terlebih bagi pegawai negara, yang sebenarnya menerima amanah untuk mengabdikan diri bukan untuk memperkaya diri.

Peradaban Islam maju pada masa lalu karena mereka yang menjadi pegawai/pejabat negara adalah orang-orang yang siap mengorbankan dirinya, bukan justru ingin sejahtera.

Jalan menjadi kaya disediakan islam dalam bentuk perdagangan.

Sedangkan mereka yang mengurus masyarakat dengan penuh keadilan, mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah; makbul doanya di dunia, serta mendapatkan naungan khusus di akhirat, ketika tidak ada naungan lain kecuali naunganNya.

Wallahul musta`an

===

Syaikhul Muqorrobin
Bogor, 15 Dzulhijjah 1440

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Wali Santri untuk Anak di Pondok

  (… sebutkan nama anak …)  اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ اَللَّهُمَّ فَقِّهُّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ اللَّهُمّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ اللَّهُمّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبَهُ، وَنُوْرَ صَدْرَهُ، وَجَلاَءَ حُزْنَهُ، وَذَهَابَ هَمَّهُ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لَهُ شَأْنَهُ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْهُ إِلَى نَفْسِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ Artinya: “Ya Allah rahmatilah (nama anak), Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1), Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2), Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3), Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4). Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang ...

PRINSIP TAISIR DALAM FIQIH MENURUT MANHAJ WASATH

Masjid Al Ghiffari IPB 8 Oktober 2017 Kajian rutin Ahad kedua Dr. Taufiq Hulaimi, Lc, MA Link rekaman video di youtube: #1: https://youtu.be/RAu9KP5ihq4 #2: https://youtu.be/ugKbRapphBI #3: https://youtu.be/bfbqMWPrKfM Prinsip pertama dalam manhaj al wasathiyah adalah at taysir. At taysir: *Fiqih dibuat mudah selama masih ada dalil yang mendukungnya.* Kebalikannya: At tasyaddud: Fiqih dibuat keras dan berat. AL WASATHIYAH Al Azhar Mesir mensosialisasikan prinsip al wasathiyah. *Al wasathiyah artinya di tengah.* Sesuatu yang terbaik. Wasathiyah kurang tepat jika diterjemahkan dengan kata 'moderat' tetapi lebih tepat diterjemahkan sebagai 'yang terbaik.' Manusia ada kecenderungan untuk menjadi terlalu keras atau terlalu cair. Islam tidak keduanya, tetapi di tengah. Dan biasanya *yang terbaik adalah yang di tengah.* Terlalu keras, segalanya tidak boleh, ekstrim kanan. Terlalu cair, segalanya boleh, ekstrim kiri. وَكَذَٰ...

Mahabbatullah II: Pupuk Cinta dan Tanda-Tanda Cinta

Melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang sebab-sebab Mahabbatullah, kali ini kita akan membahas tentang amalan yang dapat memupuk Mahabbatullah dan tanda-tanda Mahabbatullah dalam diri kita. Di antara amalan pemupuk cinta adalah; 1. Membaca dan merenungi surat-surat cinta-Nya Allah azza wajalla, telah mengirimkan surat-suratNya kepada kita melalui perantaraan utusanNya al Mustofa. Maka jalan pertama untuk mencintai-Nya adalah dengan membaca surat-surat itu. الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al Baqarah 121) Dan tidak hanya membaca, tapi juga memperhatikan ayat-ayatnya dan mengkajinya. كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا...