[Seri Belajar Muamalah - 014]
Di antara kemuliaan syariat Allah adalah penjagaan hak-hak manusia, dan larangan pelanggaran terhadap hal tersebut.
Di antara bentuk hak yang sangat dijaga dalam Islam adalah hak atas tanah, sehingga pelanggaran terhadapnya diancam dengan sangat keras;
مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ.
"Barangsiapa mengambil sejengkal tanah dengan cara yang zhalim, maka (Allah) akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi."
(HR. Bukhari no.2452, dan Muslim no.1610)
Bayangkan, sejengkal tanah ancamannya tujuh lapis bumi!
Di antara hikmah besarnya ancaman dalam hal ini adalah, karena tingginya potensi masalah terkait tanah di masyarakat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Ombudsman tahun 2018, sengketa pertanahan termasuk jenis laporan masyarakat dengan jumlah tertinggi.
Hadits di atas harusnya menjadi petunjuk agar manusia ekstra hati-hati menggunakan tanah yang bukan haknya.
Termasuk menggunakan tanah yang merupakan hak publik. Karena hak publik bukanlah hak pribadi, tidak boleh digunakan sembarangan hanya untuk kepentingannya sendiri.
Di sisi lain, publik (pemerintah) juga bisa berbuat zhalim terhadap hak pribadi, seperti pembangunan infrastruktur dengan penggusuran paksa misalnya.
Mungkin, kita harus banyak istighfar ketika naik angkot yang ngetem sembarangan, atau melewati infrastruktur jalan yang masih belum selesai sengketanya.
Alangkah indahnya, jika sebuah masyarakat dapat mengamalkan dengan baik hadits tersebut di atas.
Allahul musta`an
=====
Bogor, 22 Muharram 1441
Syaikhul Muqorrobin
Komentar
Posting Komentar