Langsung ke konten utama

Yang Salah Bukan Gawai

Gadget (gawai) hanyalah alat, bisa baik bisa buruk.

Yang salah adalah yang memberikan gawai tanpa memahami potensi yang dikandungnya.

Kesalahan pemahaman orang tua pemberi gawai ke anak, setidaknya ada 2;

Pertama, anak diberi gawai supaya orang tua tidak perlu repot.

Anak nangis, dikasih gawai. Orang tua tidak bisa menemani anak bermain, dikasih gawai.
Orang tua ada urusan keluar rumah, anak tidak diajak, dikasih gawai.

Jadi, memberikan gawai ke anak dianggap solusi agar orang tua tidak repot.

Padahal sejatinya, memberikan gawai ke anak justru menjadi tambahan beban komitmen bagi orang tua agar lebih repot, lebih sabar, dan lebih kreatif mendidik anak.

Ibarat ada anak mau main perang2an; antara memberi pedang mainan (risiko rendah) dan pedang beneran (risiko tinggi), kira2 lebih repot mengawasi yang mana?

Adapun kesalahan kedua adalah, anak hanya dijadikan konsumtif terhadap gawai.

Anak diberi gawai cuma jadi penonton yutub, pemain game, pengintip instagram, dll. Akibatnya jadi orang yang dipengaruhi konten dan kecanduan konten.

Padahal, dengan potensi gawai yang besar, jika ingin memberi anak gawai, harusnya anak dijadikan kreatif terhadap gawai.

Jangan cuma jadi penonton yutub, tapi arahkan jadi yutuber dengan konten positif.

Jangan cuma jadi pemain game, tapi bagaimana bisa membuat game dengan pesan moral kental.

Jangan cuma kepoin IG orang lain, tapi bagaimana jadi influencer kebaikan via IG, atau minimal belajar daganglah.

Jadi, bagi para ortu yang ingin memberikan anaknya gawai, dua poin penting yang perlu disiapkan;

1. Apakah siap lebih repot mengontrol dan mendidik anak?

2. Apakah siap mengarahkan anak menjadi kreator bukan sekedar konsumen gawai?

Kalau orang tuanya belum siap, sebaiknya gawai ditahan dulu dari anak.

Semoga Allah menguatkan kita menjaga anak-anak kita, sehingga di akhirat kita dimuliakan oleh amal2 mereka, bukan malah dihinakan.

Bogor, 17 Safar 1441

======
https://jabar.tribunnews.com/amp/2019/10/10/rs-jiwa-jabar-di-cisarua-kbb-mulai-kebanjiran-pasien-anak-pecandu-handphone

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...