(…sebutkan
nama anak…) اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ
اَللَّهُمَّ
فَقِّهُّ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
اللَّهُمّ
اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ
اللَّهُمّ
اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبَهُ، وَنُوْرَ صَدْرَهُ، وَجَلاَءَ حُزْنَهُ،
وَذَهَابَ هَمَّهُ
يَا
حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لَهُ شَأْنَهُ كُلَّهُ
وَلاَ تَكِلْهُ إِلَى نَفْسِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ
رَبِّ
هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya:
“Ya Allah rahmatilah (nama anak),
Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1),
Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2),
Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3),
Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4).
Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang merupakan golongan orang shalih (5)”
Bagian pertama dari doa ini adalah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu yang masih kecil (HR. Ahmad no.2879), yang dengannya Ibnu ‘Abbas tumbuh menjadi ulama di kalangan sahabat.
Adapun bagian kedua diadaptasi dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
kepada seorang pemuda yang kala itu ingin berzina (HR. Ahmad no.22211), yang
dengannya sang pemuda pun akhirnya terjaga dirinya. Dengan doa ini diharapkan
anak terjaga kebersihan hatinya, dan terlindung dari pergaulan bebas yang bisa
terjadi di mana saja, termasuk di pondok.
Doa bagian ketiga diadaptasi dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
yang meminta agar Allah menjadikan Al-Quran sebagai teman sejati (HR. Ahmad
no.3712). Dengan doa ini anak di pondok yang jauh dari orang tua dan keluarga,
diharapkan mendapatkan ketenangan dan hiburan dari Al-Quran.
Bagian keempat dari doa ini diadaptasi dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam yang menguatkan keyakinan bahwa segala urusan itu berada dalam kuasa
Allah, dan manusia tidak punya kuasa sama sekali (HR. Al-Hakim 1:545).
Allah-lah yang paling baik dalam mengurus segala sesuatu, maka kita meminta
agar Allah membaikkan segala urusan anak kita.
Sebagai pamungkas, doa ditutup dengan keberkahan ayat Al-Quran sekaligus
doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam QS. Ash-Shaffat: 100.
Secara umum rangkaian doa ini memakai kata ganti “hu” menunjukkan kata
ganti laki-laki. Adapun untuk anak perempuan, bisa memakai kata ganti “haa”,
misalnya اَللَّهُمَّ فَقِّهَا فِي الدِّيْنِ.
Waktu membacanya bisa disesuaikan seperti setelah shalat fardhu atau
shalat Dhuha, atau Tahajjud. Termasuk kebaikan, jika orang tua menambah shalat
sunnahnya, khusus untuk mendoakan anak. Sebagaimana diamalkan Ulama Tabi’in:
Said Al-Musayyib rahimahullah, ketika dia berkata kepada anaknya;
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467).
“Ya Allah rahmatilah (nama anak),
Ya Allah pahamkanlah ia agama-Mu, dan ajarkanlah tafsir kepadanya (1),
Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya (2),
Ya Allah jadikanlah Al-Quran hiburan di hatinya, cahaya di dadanya, penghapus kesedihannya, dan penghilang kegelisahannya (3),
Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku memohon, perbaikilah segala urusan anakku, jangan serahkan kepada dirinya sendiri walau hanya sekejap mata (4).
Ya Rabb, anugerahkanlah aku anak yang merupakan golongan orang shalih (5)”
Bagian pertama dari doa ini adalah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu yang masih kecil (HR. Ahmad no.2879), yang dengannya Ibnu ‘Abbas tumbuh menjadi ulama di kalangan sahabat.
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467).

Komentar
Posting Komentar