"Wahai putra saudaraku, bukankah engkau mempunyai kebutuhan kepada Allah 'azza wa jalla?" Ia melanjutkan, "Demi Allah. Dalam shalatku, aku memohon segala sesuatu kepada Allah subhanahu wa ta'ala, termasuk garam pun aku mohon."
Subhanallah. Begitu mendalamnya pemahaman akan hauqalah, sampai garam pun dimintanya kepada Allah. Bagaimana dengan kita? Tanpa disadari, adakah sedikit sifat-sifat Qarun dalam diri kita?
"Sekedar garam saja sih, bisa saya dapatkan dengan usaha sendiri, tak perlu bantuan Allah"
Bukan berarti kita wajib berdoa meminta garam, namun penghambaan dan kesyukuran kita kepada Sang Pemberi-lah yang harus selalu kita tingkatkan dalam setiap sisi kehidupan kita.
Terkadang kita pun membawa "sunnatullah" sebagai pengalih isu akan kurangnya munajat kita.
"Kalau kita bekerja keras, sunnatullah akan berhasil"
"Masa' udah berusaha mati matian, klien dan order ga bakal datang. Kan udah sunnatullah"
"Dengan kerja berjamaah, sunnatullah, dakwah ini akan berhasil"
Sunnatullah adalah bahasa langit untuk rumus sebab akibat dalam kehidupan dunia. Yang juga berlaku sama bagi para pengingkar akhirat!
Jika hanya berbuat hal yang sama dengan mereka, tanpa ritual-ritual pengharapan kepada Penguasa Segala Urusan, maka layakkah kita mengharap kedudukan yang berbeda di hari tidak bermanfaatnya jabatan dan harta?
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60)
Lihatlah bagaimana Allah mempertentangkan antara doa dan kesombongan.
Tidakkah sedikit kesombongan itu mengisi kekosongan doa-doa kita, tentang sejumput garam, segenggam beras, sepaket order, dan setumpuk daftar kesuksesan dalam keluarga, dalam pendidikan, dalam dakwah, dalam hari demi hari yang kita lalui?
Dikarenakan ia menutup kesombongan, maka munajat yang penuh harap juga merupakan wasilah menuju keikhlasan. Karena dengan berdoa kita mengakui bahwa Dialah Sang Penguasa, Pengatur Segala Urusan. Maka orang yang baik doanya tidak akan berbangga-bangga dengan harta dan tahta hasil kerja kerasnya. Pun orang yang baik doanya akan berhenti mencari pengakuan manusia atas jasa-jasanya, karena ia tahu semua pengakuan hanyalah milik Sang Pencipta.
Maka perhatikanlah doa-doa kita, karena Allah murka pada hamba-Nya yang sombong dari berdoa
"Siapa tidak memohon kepada Allah, maka Allah akan marah padanya" (HR. Ibnu Majah)
Maka perhatikanlah doa-doa kita, karena meminta itu bukan dengan nada yang datar apalagi menggelegar, tapi dengan merendah, khusyu', memelas penuh rasa butuh
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
(Al-A'raf: 55)
Maka perhatikanlah doa-doa kita, karena Allah itu dekat dan mengabulkan doa manusia apabila mereka berdoa
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), “Aku itu dekat”. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
[Al Baqarah: 186]
---
*kutipan kisah Urwah diambil dari buku Potret 28 Tokoh Tabiin
** Hauqalah: ucapan "laa hawla wa laa quwwata illa billah"

Komentar
Posting Komentar