Tentu ada maksud, ketika Muassis Dakwah memakai istilah Usrah tuk menyebut UPA.
Usrah artinya keluarga. Dari sini saja, harusnya sudah bisa dirasa-rasa untuk apa hadir di sana.
Untuk apa hadir di pertemuan keluarga? Rasanya bukan untuk mencari makanan dan kopi. Bahkan rasanya hadir acara keluarga itu juga bukan mencari nasihat dan materi.
Hadir di agenda keluarga itu karena ada rasa di hati. Karenanya UPA adalah forum ukhuwwah, bukan (sekedar) tausiyah. Tausiyah sudah terlalu banyak di media sosial. Tapi ukhuwwah, bisakah dibangun dengan menonton rekaman kajian atau podcast ustadz ternama?
UPA yang dibangun dari ukhuwwah akan berbuah amal jama'i. Sesuai tuntutan dakwah yang memerlukan pasukan berbaris rapi.
Bisa jadi terkadang, agenda UPA diganti dengan menjenguk anggota yang sakit, atau silaturahim ke anggota yang lama tak jumpa. Karena yang penting bukan deliveri materi (ppt dan pdf), tapi deliveri rasa ukhuwwah dari hati.
Dibanding hadits keutamaan majelis ilmu, hadits berikut bisa jadi lebih cocok tuk alasan UPA;
“Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, malaikat tersebut bertanya: “Engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “Aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “Apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “Tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“
[HR. Muslim]
Karena alasan ini pula, UPA itu diakhiri doa Rabithah, pengikat hati dalam bingkai dakwah.
Komentar
Posting Komentar