Langsung ke konten utama

Ingin Anak Sukses? Ajak Mereka Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga

 


Para orang tua hendaknya bergembira, dan tidak lagi ragu untuk meminta anak-anak membantu mereka mengerjakan pekerjaan rumah tangga; membereskan cucian piring, menyapu dan mengepel lantai, atau membersihkan halaman, dan yang lainnya.


Harvard Grant Study melakukan riset secara kontinyu sejak 1938 (dan masih berlangsung) tentang apa yang mempengaruhi kebahagiaan dan kesuksesan seseorang. Mengutip dari Inc.com, riset ini menyimpulkan bahwa salah satu kunci kesuksesan adalah etos kerja. Dan hasil mengkaji pengalaman 724 orang yang dikategorikan sukses, terdapat konsensus bahwa cara efektif membangun etos kerja adalah dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sejak kanak-kanak.

 

Temuan yang sangat masuk akal. Masuk akal bahwa anak-anak yang tumbuh melakukan pekerjaan rumah tangga belajar tentang tanggung jawab. Mereka terbiasa mencari cara untuk menyelesaikan masalah. Mereka menyadari bahwa kekotoran tidak bisa bersih sendiri, kondisi berantakan tidak bisa rapi dengan sendirinya. Dan ini mendidik mereka untuk memiliki etos kerja.

 

Konsepnya sederhana, tapi sangat penting bagi anak. Walaupun mungkin banyak di antara orang tua yang meremehkan atau tidak memperhatikan hal ini karena tekanan pengasuhan lainnya; sekolah, mengaji, makan bergizi, bermain, dll.

 

Terkait konsep ini, Lythcott-Haims, penulis buku “How to Raise an Adult” yang juga mantan dekan dari Universitas Standford menekankan bahwa “..semakin awal Anda memulainya semakin baik ... Jika anak-anak tidak mencuci piring, itu berarti orang lain yang melakukannya untuk mereka. Jadi mereka tidak hanya sekedar mengerjakan pekerjaan, tetapi juga mempelajari bahwa pekerjaan itu harus dilakukan, dan kita masing-masing harus berkontribusi untuk kebaikan secara keseluruhan. "

 

Orang tua perlu memikirkan kembali dan memperluas definisi kesuksesan anak-anak di masa depan. Ini bukan hanya tentang masuk ke perguruan tinggi tertentu, mendapatkan nilai ujian tertentu, atau terdepan di jalur karier tertentu. Lebih luas dari itu, kesuksesan adalah ketika anak dapat menyelesaikan kewajibannya sendiri dan memberikan sumbangsih kebaikan bagi lingkungannya secara umum.

 

Dalam Islam sendiri terlalu banyak dalil keutamaan dari tidak merepotkan orang lain dan berkontribusi mengurangi kesulitan orang lain. Disebutkan bahwa seseorang dimasukkan ke dalam surga oleh Allah karena menyingkirkan dahan yang menghalangi jalan umum (HR. Muslim no.6613). Tidak terlalu salah rasanya, bila dalil ini dihubungkan dengan anjuran menyingkirkan piring kotor dari tempat cucian, atau mengepel lantai sehingga bebas dari kotoran yang menganggu.

 

Sejujurnya, terkadang meminta anak-anak untuk membantu di rumah hanya membuat daftar tugas orang tua menjadi lebih panjang, dan pekerjaan mungkin tidak selesai sebaik yang diharapkan. Tapi, jika kita meyakini bahwa hal tersebut akan mengantarkan mereka menjadi manusia sukses dalam kehidupan dunia, maupun di akhirat kelak, maka mengupayakannya justru bagian dari kasih sayang kita kepada mereka. (sm)



Sumber: asamuslim.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...