"Bisa membaca media" tidak sama dengan "bisa membaca media dengan baik" (literasi media).
Di era medsos seperti sekarang, "bahan bacaan" begitu melimpah dan mengalir deras dengan kecepatan tinggi.
Mulai dari BC di grup2 chat, sampai foto2 di IG atau video2 di berbagai kanal aplikasi.
Melimpah dan derasnya informasi ini menjadikan seseorang mudah sekali hanyut.
Buka hape mau ngecek sesuatu, eh malah terseret arus informasi di grup atau youtube. Akhirnya lupa awalnya mau ngecek apa, sedangkan puluhan menit sudah berlalu.
Siapa yang sering begini?😅
Dalam kondisi banjir bandang informasi, skill literasi media ibarat skill berenang yang penting dikuasai untuk dapat bertahan dan tidak "salah baca".
Di antara bentuk "salah baca" yang perlu dihindari bisa disebutkan sbb;
1. Menganggap semua informasi di media sosial adalah benar
Ini mungkin yang paling parah. Tanpa saringan sama sekali. Akhirnya bingung dengan berbagai informasi yang saling bertentangan.
2. Menganggap foto dan video pasti benar
Dianggapnya tidak mungkin hoax kalau ada foto dan video. Sayangnya tidak begitu, Ferguso.
Jaman now, video dan foto bisa diedit dengan mudah via aplikasi gratis di playstore.
Terkadang foto dan videonya tidak dimanipulasi, tapi tulisan atau audio pengantarnya yang dimanipulasi. Baik manipulasi tahun, tempat kejadian, dll.
3. Menganggap semua informasi yang diforward teman baiknya adalah benar
Mungkin masih bisa dibenarkan jika informasi itu sesuai dengan latar belakang keilmuan teman tersebut. Tapi jika tidak, maka perlu screening ulang.
"Tapi teman saya tidak mungkin bohong"
Mungkin dia tidak bohong, tapi dia hanya tidak tahu (detil). Dia orang baik, tapi bukan berarti dia menguasai seluruh informasi dengan sempurna.
4. Menganggap semua informasi yang sesuai pendapat pribadinya pasti benar, dan yang berbeda pasti salah
Ini masuk kategori fanatik. Pokoknya kalau ada informasi yang sesuai dengan pendapatnya pasti benar. Sedangkan yang berbeda dengannya pasti hoax.
Tidak peduli sumber informasinya. Kalau lagi sesuai dengan pendapatnya, maka akan dikutip dan disebarkan masif. Kalau sedang tidak sesuai dengan pendapatnya maka akan disebut sumbernya adalah korban konspirasi, dll.
5. Menganggap informasi yang mencantumkan link situs sumber pasti benar
Padahal dia sendiri tidak mengecek link situsnya😅.
Sebagian penyebar hoax ada yang cukup pintar dg mencantumkan link situs, padahal isinya berbeda.
Jempol memforward memang sering kali lebih cepat daripada jempol mengecek.
Mengecek itu males. Memforward itu rajin. Tanya kenapa.
Di atas itu semua, kunci literasi media sebenarnya sederhana;
1. Cek sampai jelas.
2. Kalau malas ngecek, jangan forward. titik.
Semoga Allah menolong kita.
===
Bogor
± 70 hari menuju Ramadhan
Komentar
Posting Komentar