Langsung ke konten utama

Jika Sebuah Hadits Shahih, Maka Itulah Mazhabku?

Perkataan masyhur dari Imam Syafi'i rahimahullah ini sering dipakai oleh mereka yang memilih tidak bermazhab.

Unik memang, perkataan seorang imam mazhab justru dijadikan dalil untuk tidak bemazhab.

Bagaimana ulama Mazhab Syafi'i sendiri memaknai perkataan tersebut?

Imam Nawawi rahimahullah, menjelaskan maksud perkataan tersebut sebagai berikut;

“…Ucapan yang dikatakan Asy-Syafi’i ini [jika sebuah hadits shahih, maka itulah mazhabku], maknanya bukan berarti SETIAP ORANG yang mengetahui hadits shahih (boleh) berkata ‘Ini mazhab Asy-Syafi’i’ dan mengamalkan zhahirnya.

Kaidah ini hanya berlaku pada ORANG YANG MENCAPAI DERAJAT MUJTAHID dalam mazhab sebagaimana telah diuraikan sebelumnya kualifikasinya atau yang mendekatinya.

Syaratnya, dia menduga kuat bahwa Asy-Syafi’i tidak mengetahui/menemukan hadits tersebut atau tidak mengetahui kesahihannya.

Ini hanya mungkin terjadi setelah menelaah kitab-kitab Asy-Syafi’i seluruhnya dan (juga menelaah) kitab-kitab murid-murid beliau yang mengambil ilmu darinya dan yang semisal dengannya.

Ini adalah syarat yang sulit.
Jarang orang memenuhi kualifikasi itu. Mereka (para ulama) mensyaratkan apa yang telah kami sebutkan karena Asy-Syafi’i rahimahullah meninggalkan untuk mengamalkan zhahir banyak hadits yang diketahuinya karena telah terbukti bagi beliau cacat pada hadis tersebut, atau terbukti nasakhnya, terbukti takhshishnya, terbukti takwilnya, dan semisal dengan itu…”
(Al-Majmu’, juz 1 hlm 64).

Jarak Imam Syafi'i kepada Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih dekat dibanding jarak manusia di zaman ini.

Jangan sampai hanya berbekal google, orang awam dengan mudahnya merasa mengetahui hadits shahih yang tidak diketahui Imam Syafi'i.

Ditanyakan kepada Abu Bakar Ibnu Khuzaimah,

“Apakah engkau mengetahui hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hukum halal dan haram yang tidak dituliskan Asy-Syafi’i dalam kitabnya?”

Dia menjawab “Tidak”.
(Manaqib asy-Syafi’i, vol.1, hal. 477).

Maka, bagi orang awam dan para penuntut ilmu, husnuzhan terhadap pendapat para imam adalah lebih selamat untuk mereka.

Wallahu a'lam.



===
Timur Pulau Jawa
Tengah Jumadal Ula 1444

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...