Langsung ke konten utama

Beruntunglah Sekolah yang Benar-Benar Memiliki Murid


Mengutip pemaparan Dr. Wido Supraha, kata murid (مريد) berasal dari bahasa Arab yang sering diartikan “seseorang yang berkomitmen” dan akarnya berasal dari kata iradah (keinginan yang kuat dari dalam diri) atau willpower

Dikatakan bahwa Imam Abul-Qasim Al-Qusyairi (w.465 H) dalam ar-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘Ilm at-Tashawwuf, membahas mendalam masalah penggunaan kata murid ini;

Murid adalah seseorang yang memiliki kehendak meniti jalan menuju Allah ﷻ, sebagaimana seorang ‘alim yang memiliki ilmu untuk menguatkan kealimannya. Kehendak yang kuat itu menjadi semacam muqaddimah dalam menjalani perjalanan panjangnya hingga kelak bertemu Allah ﷻ.

Dari sana, maka sekolah yang memiliki murid dalam makna yang sejati, berarti memiliki anak-anak yang berkeinginan kuat terhadap ilmu, sebagai jalan untuk menuju Allah ta'ala.

Bukan yang semangat ke sekolah hanya karena ingin main sama teman, ngobrol tentang bola dan korea, atau mengejar hadiah-hadiah kuiz di kelas.

Guru jadi harus selalu atraktif dan inovatif jika mengajar yang anak yang bukan murid. Karena anak-anak itu lebih menghargai metode mengajarnya (yang lucu dan menyenangkan?), dibanding konten ajarannya itu sendiri (ilmu yang tinggi di sisi Allah).

Untuk usia dini, mungkin pendidik perlu jungkir balik menarik anak didik. Tapi sampai usia berapa anak terus dibiarkan menikmati jungkir balik para pendidiknya?

Kapan giliran mereka menjadi pribadi yang siap jungkir balik mengejar ilmu?

Kapan kira-kira anak dipahamkan adab terhadap ilmu? Karena Allah meninggikan derajat penuntut ilmu, ikan-ikan di lautan mendoakan para penuntut ilmu, bahkan kelas-kelas ilmu adalah taman-taman surga, dan perjalanan ke majelis ilmu (sekolah) adalah perjalanan ke surga?

Sayang rasanya, jika motivasi ke sekolah hanya sebatas apa-apa yang tampak kasat mata, jauh di bawah motivasi surga dan berjumpa kelak dengan Allah ta'ala.

Mungkin inilah kenapa, iman itu ditanamkam sebelum adab, dan adab itu ditanamkan sebelum ilmu. 

Jika urutannya tepat, maka seorang anak bisa menjadi murid (مريد) sejati, insya Allah.

Selamat menyambut semester baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...