Mencoba melawan framing buruk terhadap rohis
===
Buat #ahmad faiz zainuddin..
Dari sesama Psikolog dan atau Sarjana Psikologi
Buat dik Faiz yang baik. Kenalkan saya Hilmy Wahdi, alumnus SMAN 3 Jakarta angkatan 88 kemudian kuliah di psikologi UI, lulus sbg psikolog kemudian S2 dan S3. Sy kenal banyak kakak kelas anda semua dari psikologi Unair. Kebetulan sy juga pengurus rohis saat di SMAN 3 dan di Psi UI. Ada beberapa hal yang perlu sy sampaikan di sini buat dik Faiz. Yg pertama dalam etika psikolog dan atau sarjana Psikologi ada tabu yg tidak boleh dilanggar yaitu membahas sso secara gamblang bahkan ada fotonya di forum umum apalagi medsos seperti fb. Apalagi jika sso itu melibatkan anak dan istrinya dan peristiwanya masih dalam penyelidikan yg berwajib. Kakak kelas anda DT inisialnya masih berstatus terduga.Bahkan infonya masih simpang siur seperti pak Kapolri pun meralat pernyataannya mengenai DT yg katanya pernah ke Suriah. Psikolog dan juga sarjana psikologi (anda sdh psikolog kah) Adalah profesi yang harus menjaga rahasia klien dan atau individu yg sedang dibahas perilakunya. Anda membahas DT dengan gamblang tanpa inisial. Bagi kita sbg psikolog dan sarjana psikologi itu sangat tidak etis. Mohon ke depannya tidak terulang. Disamping itu anda kan terpaut 4 tahun dibawah DT bagaimana mungkin anda begitu mengenal dia?. Bertemu pun belum. Seorang Psikolog atau sarjana Psikologi secara etika dilarang untuk mengulas perilaku atau kepribadian sso apalagi pada kasus sensitif jika dia belum melakukan observasi, wawancara atau anamnesa. Karena hasilnya pasti bias.Kecuali jika anda sudah menjadi pengamat politik itu etikanya beda lagi. Ulasan anda kini menjadi viral namun sebenarnya banyak bertabrakan secara etika disiplin ilmu kita, itu sangat disayangkan.
Yang kedua, ulasan anda tentang kegiatan rohis saat SMA rasanya tidak seperti yang anda simpulkan. Selama sy jadi pengurus kegiatan kami memang banyak melakukan pengkajian Islam yg berisikan ttg materi mengenal Allah, mengenal Rasul, memahami Islam yg komprehensif, Akhlak dan keseimbangan atau Tawazun. Kami juga di bina untuk menjadi muslim yg kaafah dalam arti memahami dan menjalankan Islam secara menyeluruh termasuk menjadi pelajar yg berprestasi. Saya ingat ucapan guru Fisika kami yg begitu bangga pada anak rohis SMAN 3 Jkt yang banyak diterima di UI, ITB, ITS, IPB, Unpad dan PTN lainnya. Karena kakak kelas kami memang membina kita agar jadi ulil albab /ilmuan muslim yg berprestasi dengan masuk ke PTN favorit. Satu sikap keras kami adalah penolakan terhadap pelarangan jilbab oleh rezim Soeharto. Dan terbukti tahun 89 jilbab diperbolehkan di smp dan sma negeri. Kita memang suka baca Sabili dan majalah Ummi. Majalah sabili menarik karena banyak mengupas masalah internasional islam seperti di jaman saya penjajahan Afghanistan oleh Rusia. Kami membenci Rusia karena mereka menjajah suatu perilaku yg bertentangan dengan pembukaan UUD 45 kan?.Kalo di jaman anda tahun 92 sd 95 konflik Bosnia banyak dibahas namun pemerintah kita pun akhirnya membela bosnia. Pak Harto membangun masjid di Bosnia. Kalo majalah Ummi kami gemari karena ada rubrik ttg remaja yg tentu kontekstual dengan development task kami. Jadi tak satupun sikap ekstrimitas yg kami tunjukkan, karena kami diajarkan untuk menjadi muslim yg baik yang kaafah...yang cerdas...berbakti pada ibu dan bapak. Kami dibina untuk menjadi ulil albab, yaitu intelektual muslim. Makanya nak rohis biasanya diakui prestasinya. Bahkan sy ingat pujian guru fisika saya di depan kelas agar siswa-siswa lain meniru anak rohis yg banyak diterima di UI, ITB, IPB, Unair, Unpad, dll. Saat sy kuliah pun di psikologi UI sy aktif di rohis dan kami mengadakan kajian psikologi islam bersama rohis Psi UGM, Unair, UMS, dll. yg jauh dari ekstrim. Saat kini banyak kawan-kawan rohis saya yang sdh "jadi orang" ada yg jadi dokter spesialis hebat, ada yg jadi dosen di PTN favorit, ada yang bekerja di swasta dan BUMN dan menjadi manager yang handal. Ada yg menjadi PNS yang tidak ditangkap KPK. Ada yg menjadi Psikolog, wirausahawan dll. Jika karang kita bertemu kita punya perasaan sama...yaitu "alhamdulillah dulu kita aktif di rohis sehingga jadi orang bener"...sambil.senyum.senyum. Dan yang menggembirakan tak satupun diantara kami yang jadi ekstrimis apalagi pembom bunuh diri. Kalo jadi politisi ada...😊
Dik faiz yg baik. Sy yakin maksud ulasan anda baik. Namun niat baik perlu dipoles dengan CARA dan TlMING yang tepat. Cara mengacu pada etika, tertib ilmu dll. Timing mengacu pada saat kapan kita bagusnya membahasnya.
Kasus DT masih jauh dari kesimpulan akhir, dan entah bagaimana ulasan anda dikesankan seperti sdh menyimpulkan sehingga viral. Bagi yg pro mungkin akan memuji anda setinggi langit.Bagi yang kontra mungkin banyak mengkritik anda,itulah resiko tulisan viral.Kalo saya sih hanya ingin memberikan sedikit tausiyah bagi adik kelas sekaligus sesama psikolog dan atau sarjana psikologi.
Terima kasih semoga berkenan.
Komentar
Posting Komentar