Langsung ke konten utama

Belajar Keayahan dari Nabi

Di antara risalah akhlak yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah risalah parenting, bagaimana menjadi ayah, atau orang tua secara umum bagi anak-anak.

Beberapa bagian risalah tersebut, bisa kita ambil dari cuplikan kisah beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

 1. Mencium anak

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqra bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk.

Maka Al-Aqra berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium".

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat kepada Al-‘Aqra lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak merahmati maka ia tidak akan dirahmati (Allah)"
[HR. Bukhari no. 5997]

Jadi mencium anak akan mengundang rahmat Allah. Siapa yang tidak mau rumahnya diliputi rahmat Allah?

 2. Menyambut kedatangan anak

Dalam hadits yang agak panjang, 'Aisyah radhiallahu 'anha bercerita tentang putri Nabi, Fathimah radhiallahu 'anha;

"..."Apabila ia (Fathimah) menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau akan menyambutnya, menciumnya dan memberinya tempat duduk di tempat duduk yang beliau tempati, ..."
[HR. Tirmidzi no. 3807]

Ini bisa dipraktikkan orang tua ketika anak pulang dari luar, dengan berdiri menyambut mereka misalnya.

Anak yang begitu dihargai orang tuanya, tentu sangat memuliakan mereka nantinya.  Sebagaimana cerita lanjutan hadits di atas, di mana Fathimah ternyata persis berbuat sama ketika ayahnya datang ke rumahnya.

3. Ikut bermain dengan anak

Ya’la Al 'Amiri radhiallahu 'anhu menceritakan bahwa suatu hari ia keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menghadiri undangan makan. Di perjalanan ada Husain radhiyallahu 'anhu sedang bermain bersama teman-temannya.

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bergegas ke depan mereka, lalu membentangkan kedua tangannya. Anak-anak kecil pun berlari ke sana ke mari.

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam membuat Husain tertawa, lalu menangkapnya.
(Lihat Shahih Ibnu Hibban no.6971)

Ternyata Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap menyempatkan main bersama anak-anak walau sedang akan "menghadiri kondangan".

 4. Menghormati hak anak

Ketika diberi minum dalam sebuah majelis, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminta izin kepada anak kecil yang duduk di sebelah kanannya; bolehkah orang tua di sebelah kiri beliau mendapatkan giliran minum terlebih dahulu.

Ternyata anak kecil itu menolak, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun tetap memberikan minum terlebih dulu kepada anak tersebut karena dia berada di sebelah kanan.
(Lihat HR. Bukhari no. 5620)


Kisah ini menunjukkan bahwa tidak boleh meremehkan hak anak, hanya karena sedang ingin mendahulukan kolega kantor atau teman arisan misalnya. Anak tetap perlu diberikan haknya, atau dimintakan izinnya.

 5. Memberi nasihat pada anak

Ketika Fathimah radhiallahu 'anha mengeluhkan beratnya pekerjaan rumah tangga dan meminta pembantu kepada ayahnya shallallahu 'alaihi wasallam, sang ayah justru menasehatinya dengan sebuah ilmu.

Yaitu sesuatu yang lebih baik dari keberadaan seorang pembantu; takbir 34x, tasbih 33x dan tahmid 33x setiap akan tidur (Lihat HR. Bukhari no. 3705)

Jadi orang tua perlu belajar juga, agar bisa menasehati anak dengan ilmu, ketika mereka mengeluh.

 6. Tegas terhadap anak

Telah tercatat sabda tegas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam;

"... Demi Allah, jika Fathimah binti Muhammad mencuri, maka aku yang akan memotong tangannya"
[HR. Bukhari no. 3475]

Di sini, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan keteladanan luar biasa sebagai pemimpin, sekaligus sebagai ayah.

Ketegasan adalah bagian penting dalam pendidikan anak. Salah adalah salah, perlu diluruskan, bukan dibela.

Sejatinya, ketegasan akan menurunkan sifat bertanggung jawab pada anak, dan membuatnya lebih kuat di masa depan.

Selamat meniru baginda Nabi.

Allahumma sholli wa sallim wa barik 'ala sayyidina Muhammad


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...