Zakat penghasilan atau zakat profesi (al-mal al-mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat).
Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejenisnya.
Abu Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan, "ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya".
(Al-Muhalla jilid 4 hlm.84-85).
Juga dikutip dari Abu Ubaid bahwa bila Umar bin Abdul Aziz memberikan gaji seseorang ia memungut zakatnya, begitu pula bila ia mengembalikan barang sitaan. Ia memungut zakat dari pemberian bila telah berada di tangan penerima.
(Al-Amwal hlm. 432)
Hukum zakat penghasilan berbeda pendapat antar ulama fiqih. Mayoritas ulama mazhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima, tapi saat sudah mencapai nisab dan sudah sampai setahun (haul).
Di sisi lain para ulama mutaakhirin seperti Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Muhammad Abu Zahro, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qardlowi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, hasil kajian Majma' Fiqh dan Fatwa MUI no. 3 tahun 2003 menegaskan kewajiban zakat penghasilan, dan bisa ditunaikan saat menerimanya.
Pendalilan zakat penghasilan juga mengacu pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Masud dan Mu'awiyah), Tabi'in (Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul) juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya. (Al-Fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, 2/866).
Di antara sumber Al Quran yang menjadi pegangan para ulama adalah;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik..."
[QS. Al-Baqarah :267]
Bagaimana cara menghitungnya?
Selengkapnya di;
https://asamuslim.id/cara-menghitung-zakat-profesi
Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejenisnya.
Abu Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan, "ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya".
(Al-Muhalla jilid 4 hlm.84-85).
Juga dikutip dari Abu Ubaid bahwa bila Umar bin Abdul Aziz memberikan gaji seseorang ia memungut zakatnya, begitu pula bila ia mengembalikan barang sitaan. Ia memungut zakat dari pemberian bila telah berada di tangan penerima.
(Al-Amwal hlm. 432)
Hukum zakat penghasilan berbeda pendapat antar ulama fiqih. Mayoritas ulama mazhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima, tapi saat sudah mencapai nisab dan sudah sampai setahun (haul).
Di sisi lain para ulama mutaakhirin seperti Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Muhammad Abu Zahro, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qardlowi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, hasil kajian Majma' Fiqh dan Fatwa MUI no. 3 tahun 2003 menegaskan kewajiban zakat penghasilan, dan bisa ditunaikan saat menerimanya.
Pendalilan zakat penghasilan juga mengacu pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Masud dan Mu'awiyah), Tabi'in (Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul) juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya. (Al-Fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, 2/866).
Di antara sumber Al Quran yang menjadi pegangan para ulama adalah;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik..."
[QS. Al-Baqarah :267]
Bagaimana cara menghitungnya?
Selengkapnya di;
https://asamuslim.id/cara-menghitung-zakat-profesi
Komentar
Posting Komentar