Langsung ke konten utama

Bersabarlah dengan Kesabaran yang Indah!

Tahukah kita, bahwa di antara induk akhlaq mulia yang diajarkan agama yang lurus ini adalah kesabaran?

Mungkin, kita telah memahami bahwa di antara metode pemecahan berbagai permasalahan kehidupan adalah kesabaran. Namun, makna sesungguhnya dari sifat sabar telah terabaikan.

Saudaraku fillah,
Mari sedikit kita selami makna kesabaran dalam pelbagai karya Sang Pencipta.

Perhatikanlah pembentukan janin hingga ia sempurna menjadi bayi yang siap lahir. Fase-fase itu dilalui dengan bertahap hingga ia menjadi sempurna. Sungguh, ia tidak menjadi sempurna dengan seketika.

Pernah ke kebun atau sawah? Lihatlah bagaimana aneka tanaman bermula dari bibit, tumbuh sedikit demi sedikit,  lalu menjadi hasil yang siap dipanen.

Renungkanlah, bukankah keimanan pada dalil telah meyakinkan kita bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari?

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ

"Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, "
(al-A'raf: 54)

Subhanallah! Bukankah Allah Maha Kuasa untuk mencipta langit dan bumi dalam sekejap?

Tapi, seolah-olah Dia, dengan kemulian Dzat-Nya, ingin mengajarkan manusia tentang kesabaran dan kebertahapan dalam kehidupan.

Ternyata, sifat sabar ini bukan hanya hak manusia, tapi juga melekat di alam semesta! Allahu Akbar!

Saudaraku fillah,

Di antara hikmah yang diajarkan para ulama adalah;

"Sesungguhnya jiwa adalah kendaraan setiap hamba. Dia akan menaikinya menuju surga atau menuju neraka. Tali kekangnya adalah sabar. Jika engkau meninggalkan dan melepaskan tali kekangnya, maka jiwamu akan pergi berpetualang ke mana saja ia kehendaki"

Inilah tali kekang kita, maka kita wajib menjaganya baik-baik, jika tidak, maka kita tidak akan bisa menentukan, ke mana akhir tujuan kita.

Maka bersabarlah,
Dalam ketaatan kepada Allah. Dan hendaknya kita mengambil hikmah dari sabarnya Bilal dalam siksaan majikannya demi mempertahankan tauhid.

Maka bersabarlah,
Dalam menjauhi maksiat terhadap Allah. Sebagaimana kisah Nabiyullah Yusuf 'alayhissalam yang bersabar dalam penjara demi ajakan zina seorang ratu.

Maka bersabarlah,
Dalam menghadapi taqdir ilahiyah. Karena ujung kesabaran adalah bertambanya hidayah, menyempurnanya berkah, dan turunnya kasih dari Dzat Penguasa Semesta (al Baqarah: 155-157)

Maka bersabarlah,
Dalam bergaul dengan manusia. Bukankah mukmin bersabar di antara manusia lebih baik daripada mengasingkan diri dalam ibadah?

Sebagian akhowat yang ingin menyempurnakan hijabnya, dan bercadar, sering bertanya tentang bagaimana meyakinkan orang tuanya yang masih menolak. Walhamdulillah, ini adalah perkara yang sangat, sangat baik. Hijab syar'i ditambah cadar akan menghalangi fitnah, menambah kemuliaan, menjaga kesucian, dan bagian dari syiar atas sunnah.

Namun hendaknya kita memperhatikan, dalam agama yang luhur ini ada bagian fikih yang disepakati, dan ada bagian yang dipersilisihkan. Hijab syar'i yang longgar, tidak tembus pandang, menutupi seluruh tubuh kecuali tangan dan wajah, adalah yang disepakati. Maka kita memperjuangkannya, sebagai bentuk sabar dalam taat dan menjauhi maksiat.

Adapun cadar, adalah bagian yang diperselisihkan, sebagaimana asy-Syaikh al-Albani telah menjelaskan dalam kitabnya Jilbab al-Mar-ah al-Muslimah (bahkan beliau memilih pendapat tentang tidak wajibnya cadar).

Oleh karena itu, utamakanlah bakti kepada orang tua dalam hal ini. Bukankah Suri Teladan kita shallallahu 'alayhi wasallam telah menyuruh seorang sahabatnya untuk meminta izin orang tuanya saat hendak berjihad? Maka bandingkanlah masalah jihad ini dengan masalah cadar...


Saudaraku fillah,

Seorang mukmin yang berbaur dengan masyarakat dan bersabar terhadap gangguan dari mereka, itu lebih besar pahalanya daripada mukmin yang tidak berbaur dengan masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka” (HR. Bukhari dan Ahmad, dishahihkan Al Albani)

Mari kuatkan sabar dalam akhlaq kita. Sabar dalam bakti kepada kedua orang tua, dan mendakwahi keluarga. Sabar dalam memuliakan tetangga dan mengunjungi mereka. Sabar dalam menebar kebajikan, walau hanya dengan memperbanyak kuah masakan untuk berbagi, atau kerja bakti menyingkirkan sampah dari jalanan.

Bukankah itu semua tanda-tanda iman?

Sebagian kita, terkadang, "kebablasan" menegakkan sunnah, tapi belum memberikan masyarakat hak-hak mereka. Tanpa pernah bergaul banyak dengan tetangga dan keluarga, kita adalah orang yang rajin ke masjid, selalu menghadiri majelis ilmu, lalu tiba-tiba penampilan kita berubah, cara ibadah kita berubah.

Dan dengan segera, kita memaksakan orang-orang di sekitar memahami kita. Padahal kita, telah tidak mau memahami mereka, dengan meninggalkan kesabaran, dalam bergaul baik dengan mereka. Maka mereka pun meninggalkan kita, disebabkan buruknya kesabaran kita, buruknya akhlaq kita.

Tidakkah kita takut?

"Sesungguhnya manusia yang paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain karena menghindari kejelekan(akhlaq)nya" (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidakkah kita berharap?

"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaqnya" (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan al-Albani)

Saudariku fillah,

Sungguh, kesabaran adalah kunci pertolongan dan kebersamaan Allah dalam kehidupan kita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."
(al Baqarah 153)


Maka bersabarlah, dengan kesabaran yang indah...

Fashbir shobron jamiila
(al Ma'arij: 5)


Allahu a'lam
Allahul musta'an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...