Langsung ke konten utama

Dua Solusi untuk Riba

[Belajar Muamalah-006]

Problematika Riba di zaman ini begitu kompleks, menyelesaikannya tidak akan semudah membalikkan telapak tangan.

Apalagi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam juga telah bersabda:

“Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan terkena debunya.” (HR. Nasa`i no. 4455, namun dinilai dhaif oleh al-Albani)

Walaupun haditsnya dhaif, namun maknanya dapat dibenarkan. Dan bisa jadi itulah zaman kita sekarang, ketika sistem ekonomi sebuah negara dibangun dengan sistem bank sentral.

Namun demikian, janganlah kita pasrah atau bahkan menikmati riba begitu saja karena merasa sudah tidak bisa menghindarinya.

Wajib bagi setiap orang beriman untuk menghindari riba sekuat tenaga mereka, karena riba termasuk dosa besar.

Tentu berbeda kedudukan orang yang bermandikan debu riba dan menikmatinya dengan yang sekedar terciprat debu setelah berusaha menghindarinya.

Untuk itu, Allah azza wa jalla, telah memberikan _hints_ dua solusi untuk menjauhi riba sejak 1400an tahun yang lalu.

...وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ

"...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."
(QS. Al-Baqarah: 275)

Jual beli adalah solusi pertama untuk riba. Akad-akad riba berorientasi bisnis bisa diarahkan kepada solusi ini.

Dengan jual beli, maka profit akan timbul dari transaksi ekonomi riil, pertukaran barang dan jasa sebagai komoditi, bukan pertukaran sesama alat tukar (uang bukanlah komoditi).

Inilah yang dilakukan oleh Bank Syariah di zaman ini. Mereka mengubah akad-akad ribawi berbasis pinjaman menjadi akad-akad profit berbasis jual beli.

Walaupun sekilas tampak sama, tapi bank syariah jelas berbeda karena akadnya berbasis jual beli.

Undang-Undang Perbankannya beda, aturan OJK nya beda, pencatatan akuntansinya beda, dan sudah dilengkapi Audit Syariah secara berkala pula.

Jika masih ada yang menyamakan bank syariah dengan bank konvensional, sangat mungkin mereka belum pernah mempelajari semua hal tersebut di atas.

Solusi kedua untuk riba tertulis di mushaf Al Quran masih di halaman yang sama.

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.."
(QS. Al-Baqarah:276)

Sedekah, adalah solusi akad riba yang berlatar belakang non bisnis.

Kalau memang ada orang miskin tidak punya uang untuk pengobatan yang darurat misalnya, ya kasih pinjam sajalah.

Tidak perlu perhitungan, merasa rugi dll karena dikembalikan tanpa bunga setahun berikutnya sedangkan tingkat inflasi 3,5% misalnya.

Riba, seolah ingin mencampur antara akad bisnis dengan akad sosial.

Lalu muncullah Islam yang memisahkan keduanya.

Jangan ambil untung dari orang susah. Jika mau ambil untung, lakukanlah transaksi riil barang dan jasa. Itulah ajaran Islam.

Dari dua solusi riba ini juga dapat ditarik analisa bahwa di antara dua penyebab berkembangnya sistem riba adalah; keinginan keuntungan yang mudah tanpa transaksi riil, dan kurangnya sifat sosial untuk membantu sesama.

Semoga kita tidak termasuk ke dalam keduanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...