Langsung ke konten utama

Kunci Sukses Santri di Tangan Orang Tua

Percakapan selepas Ashar di sudut selasar sebuah Mushola.

Ayah : Ustadz, sesuai saran antum, si sulung sudah ane sekolahkan di pondok. Alhamdulillah, anaknya juga mau.

Ustadz : Alhamdulillah.

Ayah : Tapi ustadz, pondok kok sepertinya agak tertutup ya. Ane mau jenguk susah, mau kirim-kirim buat anak ga boleh.

Ustadz : Akhi, mengirim anak ke pondok itu seperti melepas anak merantau. Ujian kemandirian untuk anak dan ujian juga buat antum.

Ayah : Ujian apa ustadz?

Ustadz : Ujian keikhlasan. Apakah antum ikhlas melepas anak antum, yang sejatinya milik Allah, untuk berjuang, mandiri, di jalan Allah. 

Ayah : Insya Allah sih ikhlas, stadz. Tapi namanya anak, kan di lingkungan baru perlu banyak support juga, biar betah, biar lancar belajarnya, gitu.

Ustadz : Akhi, sejak dulu guru-guru kita selalu memberikan 2 kunci sukses untuk orang tua yang melepas anaknya merantau menuntut ilmu.

Ayah : Apa itu stadz?

Ustadz : Tirakat orang tua, dan kedekatan dengan anak yatim.

Ayah : Maksudnya stadz?

Ustadz : Tirakat orang tua artinya ibadah orang tua, kedekatan orang tua kepada Allah. Antum sekarang ga bisa menjaga anak antum, ga bisa segera menolongnya ketika dia sakit, ga bisa menyediakan makanan untuknya. Tapi, lebih hebat mana antara antum dan Allah dalam menjaga, menolong, atau memberi makan anak antum?

Ayah : Ya pasti Allah dong, stadz.

Ustadz : Kalau begitu, penting banget buat antum mendekat ke Allah kan? Menjaga, menolong, memberi makan anak antum dst itu hal kecil banget buat Allah. Tinggal sedekat apa antum kepada Allah. Kalau hubungan antum dengan Allah dekat, insya Allah anak antum juga jadi spesial di sisi Allah. Allah akan berikan kemudahan dia tumbuh menjadi anak kuat dan sholih. 

Tambah rakaat sholat dhuha antum, akhi. Sholat tahajud, tilawah....ehm, anak antum puasa sunnah ga di pondok?

Ayah : Puasa ustadz. Katanya seluruh santri dan ustadz di pondok wajib puasa sunnah Senin.

Ustadz : Kalau gitu antum harus empati dong sama anak antum. Cinta sama anak kan? Di antara bukti cinta itu senang dan susah bersama akhi. 

Kalau anak antum berjuang tiap Senin menahan hawa nafsunya, emang nikmat gituh antum ngemil gorengan dan minum cendol hari Senin siang? Atau lupa kalau punya anak lagi puasa di pondok?

Ayah  : (senyum getir) Eh, gitu deh stadz. 

Ustadz : Puasalah akhi. Sebagai tirakat antum mendekat kepada Allah, dan bukti empati antum kepada anak yang antum cintai.

Ayah : In, insya Allah, stadz.

Ustadz : Kunci kedua akhi, antum rutinkan sedekah kepada anak yatim. Dengan antum mengurus anak-anak dhuafa yang tidak memiliki ayah, maka Allah akan mengurus anak antum yang sementara ini sedang tidak memiliki ayah bahkan ibu juga.

Kalau antum tidak bisa mengirimkan makanan ke anak antum, kirimkanlah makanan untuk anak-anak yatim. Jika antum ikhlas karena Allah mengurus anak-anak yatim, masa iya Allah menelantarkan anak antum?

Ayah : Iya sih stadz. Tapi kan kita denger juga, makanan di pesantren itu kurang, jumlahnya, gizinya dll. Entar anak ane kurus, emaknya bisa sedih stadz.

Ustadz : Akhi, selain gizi, ada hal lain yang lebih penting dicari seorang muslim dalam makanannya. Berkah akhi. Kalau antum lihat di antara 2 ustadz di negeri kita yang paling terkenal ternyata badannya ga gemuk tuh, bahkan cenderung kurus.

Ayah : Maksud antum UAH dan UAS, stadz?

Ustadz : Ya. Dengan postur tubuh cenderung kecil, manfaat mereka untuk umat begitu besar, masya Allah. Itulah berkah, akhi. Jadi jangan khawatir anak antum langsing, atau terkadang kurang makan. Yang penting selalu dalam keberkahan dari Allah; ilmunya berkah, fisiknya berkah, aktifitasnya berkah.

Supaya berkah anak antum di pondok, kuncinya 2 tadi akhi; tirakat antum dan kedekatan antum dengan anak yatim.

Ayah : Baik, stadz.

Ustadz : Ana doakan semoga keberadaan anak antum di pondok menjadi modal antum untuk semakin ikhlas kepada Allah, dan semakin banyak beribadah kepada Allah.

Ayah : Aaamiin ya Rabb. Syukran, stadz.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...