Langsung ke konten utama

Imam Ahmad Yang Menolak Gratisan

Saat menuntut ilmu di Mekkah, Imam Ahmad pernah tidak hadir di majelis beberapa hari.

Kawannya yang khawatir pun mencarinya. Lalu sampailah di depan pintu tempat tinggalnya, lalu ia pun bertanya; "Bagaimana keadaanmu?"

"Pakaianku dicuri", jawab Imam Ahmad.

Dikatakan sang kawan, "Aku memiliki beberapa dinar, jika kamu mau, ambillah! Dan jika kamu mau, aku akan meminjamkannya kepadamu?"

Ternyata Imam Ahmad menolak. Baik diberi ataupun dipinjamkan. Padahal ia sedang tidak punya pakaian karena dicuri, sehingga tidak bisa keluar rumah.

Maka temannya pun menawarkan hal lain; "Maukah kau menuliskan sesuatu dengan imbalan?"

Imam Ahmad menyetujui usulan itu, dan akhirnya ia meminta tolong temannya membelikan pena, kertas, dan pakaian dengan uang itu.

Salah satu gurunya yang juga kaya, Ibnul Mubarak berusaha membantu Imam Ahmad dengan hartanya, tapi beliau selalu menolaknya, dan berkata, "Aku mengikutinya karena kefakihan dan keilmuannya, bukan karena hartanya".

Anaknya Imam Ahmad, Sholih, pernah berkata, "Ayahku terkadang keluar rumah dengan membawa kapak, keluar rumah untuk bekerja dengan tangannya sendiri, dan kadang ke warung untuk membeli kebutuhannya sendiri".

Seorang imam besar, yang memiliki karya-karya besar untuk ummat, ternyata menjaga dirinya dengan tetap bekerja, dan menolak pemberian gratis.

Allahu a'lam, mungkin itu cara beliau mengamalkan hadits; “Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik, dari makanan yang ia makan hasil kerja tangannya sendiri. Karena Nabi Allah Daud ‘alaihis salam dahulu makan pula dengan hasil kerja tangannya.” 
[HR. Bukhari no. 2072]


===
Bahan bacaan:
Biografi 10 Imam Besar, Syaikh M. Hasan Al-Jamal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...