Langsung ke konten utama

Sogok Syariah?

[Belajar Muamalah-004]

Istilah ini sempat viral ketika disampaikan seorang ustadz kondang dalam sebuah rekaman ceramah.

Risywah sendiri termasuk dosa besar, karena "dijanjikan" laknat Allah, bagi pemberi maupun penerimanya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي

Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasûlullâh shallallahu `alaihi wasallam bersabda,
“Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”.
[HR. Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313, shahih]

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang dalam kehidupan di masyarakat yang tidak ideal, seorang muslim akan terpaksa jatuh pada risywah. Terkait keterpaksaan dalam muamalah yang haram sudah dibahas pada [Belajar Muamalah-003].

Khusus risywah sendiri, sebagian ulama memberikan ulasan khusus bagi mereka yang terpaksa melakukannya.

Risywah yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang memang haknya diperbolehkan oleh mayoritas ulama [Al Muhalla 8/11]. Sedangkan selain itu, maka tetap pada hukum asalnya; haram, dosa besar.

Contoh:

Seseorang yang telah cukup umur, dan lulus kursus menyetir mobil (terbukti bisa membawa mobil dengan baik dan benar), maka ketika ia dipersulit untuk memperoleh SIM melalui jalur yang jujur, diperbolehkan baginya risywah, demi mendapatkan haknya.

Hukumnya akan berbeda bagi mereka yang misalnya belum cukup umur dan atau tidak terbukti punya kemampuan berkendara yang baik dan benar. Mereka belum berhak memiliki SIM, sehingga ketika terjadi risywah mereka mengambil apa yang bukan hak mereka.

Hati-hati, jangan sampai karena kita takut hukum manusia (ditilang polisi), lalu kita melanggar hukum Allah (risywah tanpa hak).

Memang, hukum keterpaksaan akan sangat tergantung kondisi masing-masing. Apapun itu, harusnya merupakan hasil pemikiran yang jernih dan maksimal, karena tanggung jawabnya akan panjang di akhirat.

Di atas itu semua, risywah yang dilakukan dalam keterpaksaan pun harus mengikuti kaidah keterpaksaan lainnya; hatinya membenci perbuatan itu dan dia tidak suka membicarakan hal itu di depan manusia.

Wallahu a`lam
Wallahul-musta`an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...