Langsung ke konten utama

Ulama Dewan dan Ulama Dewean


Allah memaksa manusia yang punya iman agar taat kepada Ulil Amri. Allah berfirman dalam Alquran Surat An Nisa ayat 59:

يايها الذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم فان تنازعتم في شيء فردوه الى الله والرسول

Artinya, "Wahai orang yang punya iman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kalian kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri di antara kalian. Dan ketika kalian berselisih pendapat atas sesuatu, maka kembalilah kepada Allah dan Rasulullah."

Ibnu Abbas menafsirkan Ulil Amri ada dua, yakni Ulama dan Umara. Untuk urusan ukhrowi, Ulil Amri-nya adalah Ulama. Untuk urusan duniawi, Ulil Amri-nya adalah Umara.

Zaman now, tak ada lagi Imam Mujtahid kaliber Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik dan lain-lain. Oleh karena itu, sangat mudah dilogika bahwa Ulama zaman now adalah Ulama Dewan, kumpulan para ahli di berbagai bidang, sehingga lebih representatif dalam mengeluarkan Fatwa, dibandingkan dengan Ulama Dewean (sendirian) dan dibandingkan dengan Akal Dewean (sendirian). *Di Indonesia Ulama Dewan yang dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN MUI). Apalagi Fatwa DSN MUI sudah dipositivisasi.*

Ketahuilah bahwa Ulama Dewan di NKRI ini isinya adalah Kyai Haji Ustadz Hafizh Hafizhah Profesor Doktor Lc MA MH MAg MSi MHI SE Ak, ada ahli ekonomi, ahli fiqh, ahli ushul fiqh, ahli fikih ibadah, ahli tashowuf, ahli tafsir, ahli hadits, ahli ilmu alat, ahli tarikh, ahli pasar modal, ahli perbankan, ahli asuransi, dokter, ahli ekonomi syariah, ahli hukum, ahli akuntansi, ahli pendidikan, ahli regulasi, ahli praktik, ada ormas NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain lain yang semua kompetensi itu khayal dimiliki oleh satu orang Ustadz Doktor Lc MA saja.

Ulama Dewan dan Umara Dewan pun jelas bisa salah, apalagi Ulama Dewean, apalagi Akal Dewean.

===

Dikutip bebas dari:
https://sharianews.com/posts/tukang-becak-dan-faqih-fid-din

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...