Ini adalah salah satu dari lima kaidah besar fikih.
Dengan kata lain, merupakan salah satu patokan utama yang dapat dipakai saat mengambil kesimpulan hukum.
Di antara dalil yang menjadi dasar munculnya kaidah ini adalah:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”
(QS. Al Baqarah: 185).
Kaidah besar ini memiliki beberapa kaidah turunan, di antaranya adalah;
_Kondisi darurat membolehkan hal yang terlarang_
Hal ini berdasarkan dalil bolehnya memakan makanan haram dalam kondisi terpaksa dalam QS. Al-Baqarah 173.
Bahkan, Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah mengatakan bahwa maksud "boleh" di sini adalah "wajib", karena wajibnya menjaga nyawa.
Contoh aplikasi kaidah ini adalah tidak Sholat Jumatnya seorang muslim di masa wabah dengan alasan menyelamatkan nyawa (pribadi dan orang banyak).
Di sini, hukum yang mengharamkan muslim tidak Sholat Jumat dengan sengaja, menjadi longgar karena kondisi darurat. Dan hal ini berlaku selama kondisi darurat berlanjut.
الْمَشَقَّةُ تَجْلبُ التَّيْسِرُ
Almasyaqqotu tajlibut taysir
"Kondisi sulit mendatangkan kemudahan (syariat)"
Wallahu a`lam
Bogor
H-22 Ramadhan 1441H
Komentar
Posting Komentar