Langsung ke konten utama

Masuk Surga Bersama Keluarga


🏡🌈💦

(Ceramah Shubuh Pertama Ramadhan 1441 H di Padepokan Bani Rosyad Pondok Kelapa)

Ketika seseorang masuk surga digambarkan oleh Allah:

“Di dalam surga kamu memperoleh apa (segala kenikmatan) yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa (segala kenikmatan) yang kamu minta.”
(Q.S. Fushshilat: 31)

Seseorang yang masuk surga merasa bahagia karena semua yang diinginkannya disediakan oleh Allah. Tetapi ketika mengetahui orang-orang yang dicintainya tidak berada di surga, maka dirasakan kenikmatannya berkurang

Dr. ‘Aidh Al Qorny berkata:

الفراق: ليَس السفر، ولا فراق الحب، حتىّ الموت ليس فراقاْ، سنجتمَع في الآخرة, الفراق هو: أن يكون أحدنا في الجنه، والآخر في النار.

💦 *Perpisahan bukanlah karena salah satu diantara kita bepergian, bahkan bukan pula salah seorang dari kita mengalami kematian. Karena kita semua akan dikumpulkan oleh Allah di akhirat*

*Perpisahan sesungguhnya adalah apabila salah seorang diantara kita berada di surga sedang yang lainnya berada di neraka*

Bukan perpisahan kalau seseorang yang tinggal di Jakarta, kemudian punya anak yang tinggal di Dubai (apalagi di zaman sekarang, bisa setiap saat berhubungan).

Bahkan ketika salah seorang wafat lebih dulu itupun bukan perpisahan.

Perpisahan sejati adalah jika orang tua di surga dan anaknya di neraka atau sebaliknya (na’udzubillahi min dzalik).

💦 *Kenikmatan sejati bagi orang beriman adalah ketika bisa masuk surga bersama seluruh keluarga,*

sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam firmanNya:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ

“(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.”
(QS. Ar-Ra‘du: 23)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud ayat ini bahwa Allah akan mengumpulkan seseorang bersama keluarganya, orang tua, istri dan anak-cucunya di surga.

Ini adalah dalil satu keluarga bisa masuk surga bersama.

Beliau berkata,

“Allah mengumpulkan mereka dengan orang-orang yang mereka cintai di dalam surga yaitu orang tua, istri dan anak keturunan mereka yang mukmin dan layak masuk surga. Sampai-sampai, Allah mengangkat derajat yang rendah menjadi tinggi tanpa mengurangi derajat keluarga yang tinggi (agar berkumpul di dalam surga yang sama derajatnya).

Di dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
(QS. Ath Thuur: 21).

Pemerintah telah melarang kita mudik (tetapi katanya nggak larang pulang kampung…he..he) padahal kita sudah mempersiapkan bekal jauh hari sebelumnya.

Ketika kita tidak bisa melakukan ritual mudik yang menguras tenaga, biaya dan upaya lainnya, kita seharusnya juga menyadari bahwa kita suatu saat kita akan pulang ke kampung kita yang hakiki yaitu akhirat.

💦 *Di saat waktu kita lebih banyak dengan keluarga mari kita rancang bersama, rencana pulang kampung akhirat sebaik-baiknya dengan mempertebal iman dan memperbanyak amal sholeh.*

Dengan melakukan hal tersebut kita pantas berharap agar kita tidak hanya bahagia bersama di dunia tetapi kita juga bahagia bersama di akhirat.

Kita berdo’a:

*اللهم اجمعنا بكل احبابنا في الفردوس الاعلى*
_Allahummaj ma’anaa bi kulli ahbaabinaa fil Firdausil a’laa_

“Ya Allah kumpulkanlah kami bersama seluruh orang yang kami cintai di surga Firdaus yang tinggi”

إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Wallahu a’lam

Tabik

Ditulis di Pondok Kelapa, 1 Ramadhan 1441 H. pukul 11.50 WIB

Mohammad Rosyad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...