🏡🌈🍃
Orang beriman tidak boleh lepas dari dua keadaan; sabar dan syukur.
🍃 *Menurut para Ulama, “Iman itu ada dua bagian, sebagian adalah sabar dan sebagian lagi adalah syukur.”*
Para Ulama salaf berkata, “Sabar adalah sebagian dari iman.”
Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan sabar dan syukur dalam al-Qur’an, yaitu dalam firman-Nya:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh) bagi orang yang selalu bersabar dan banyak bersyukur”.
[Asy-Syûrâ: 33]
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw juga bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya”.
[HR. Muslim, no. 2999]
🍃 *Orang beriman juga tidak boleh mengutuk waktu dan keadaan, karena berarti mencela Allah.*
Dalam shohih Muslim, ada Bab dengan judul ’Larangan Mencela Waktu (ad-dahr)’.
Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman: ’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.”
[HR. Muslim no. 6000]
Hadits tersebut menurut penjelasan Imam Nawawi dalam Kitab Syarah Muslim-nya turun karena kebiasaan manusia yang suka mengutuk waktu ketika ada bencana dan musibah.
Lebih jauh, Imam Nawawi menjelaskan bahwa 'Allah adalah waktu' berarti Allah adalah Sang Pemilik Waktu sejati, Pengelola Waktu hakiki.
Waktu selalu terkait dengan kejadian dan sebaliknya, ada kejadian pasti ada waktu, ada waktu pasti ada kejadiaan. Tidak ada waktu tanpa di dalamnya ada kejadian.
Melihat dampaknya yang begitu besar, wabah corona yang kita alami saat ini adalah bagian dari musibah yang kita yakini sebagai ujian dari Allah yang pada suatu waktu kurun tertentu, agar kita sadar bahwa kehidupan kita berada dalam genggaman Allah.
Sesungguhnya musibah yang menimpa, tak lain adalah sarana penggugur dosa seorang hamba, seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu;
“Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.”
[HR. Ahmad, hasan shahih]
Allah Maha Bijaksana, tiada keputusan dan ketentuan-Nya yang lepas dari hikmah. Tak terkecuali dengan wabah corona ini.
Bagi orang beriman, musibah ini adalah kesempatan untuk menjadikannya sebagai penghapus dosa sekaligus sebagai saran mengambil hikmah untuk melakukan kebaikan yang sebelumnya belum terfikirkan.
Mari kita perhatikan nasihat Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Kitab Zaadul Maad berikut ; “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.”
Oleh karena itu ketika ulama sedunia sepakat bahwa kita sebaiknya kita beribadah di rumah saja karena untuk menghindari meluasnya wabah corona, kita wajib sami’naa wa atho’naa.
Tidak ada yang lebih patut kita ikuti pendapatnya selain ulama, apalagi sudah merupakan ijma’ sedunia.
🍃 *Ketika kita tidak bisa ke masjid jadikan rumah kita sebagai masjid.*
Allah telah menjadikan seluruh hamparan bumi ini sebagai masjid sesuai sabda Rasulullah:
“Seluruh hamparan bumi adalah masjid kecuali kuburan dan kamar kecil”
[HR. Tirmidzi no. 291]
Ketika anak-anak kita dipulangkan dari pesantren, jadikan rumah kita sebagai pesantren. Karena pada hakekatnya orang tualah yang mempunyai tanggung jawab terhadap agama anaknya;
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
[HR. Bukhari]
Ketika kita tidak bisa pergi ke majlis ta’lim (majlis menuntut ilmu) kita jadikan rumah kita sebagai majlis ta’lim.
Kita tidak boleh berhenti mempelajari ilmu agama, dengan segala cara ilmu agama kita harus pelajari sepanjang hayat.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”
[HR. Ibnu Majah no. 224]
Mengingat kita tidak mungkin menamakan rumah kita masjid, pesantren, maupun majelis taklim, maka kita bisa menamakannya Padepokan Bani Fulan, yang berfungsi sebagai masjid, pesantren, maupun majlis ta’lim bagi semua penghuninya.
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
_Tidak ada yang aku kehendaki kecuali memperbiki diri sendiri dan orang lain, tidak ada taufik kecuali dari Allah, hanya kepada Allahlah aku bertawakkal dan kepadaNya aku akan dikembalikan._
Ditulis di Pondok Kelapa, 2 Ramadhan 1441 H. pukul 22.12 WIB
Wallahu a’lam
Tabik
Mohammad Rosyad
Komentar
Posting Komentar