Langsung ke konten utama

Keluhuran Akhlaq

Dari An Nawas bin Sam’an radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:
البر حسن الخلق

Kebajikan itu keluhuran akhlaq(HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan urgensi akhlak dalam agama ini, karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa seluruh kebajikan terdapat dalam keluhuran akhlak. Dengan demikian, seseorang yang paling baik adalah seorang yang luhur akhlaknya.

Imam Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah menjelaskan makna kata al birr (kebajikan) yang terdapat dalam hadits di atas. Beliau berkata,

"Diantara makna al birr adalah mengerjakan seluruh ketaatan, baik secara lahir maupun batin. (Makna seperti ini) tertuang dalam firman Allah ta’ala,

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (١٧٧)

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. MerekaiItulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 177)."



Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, akhlaq memiliki cakupan yang luas. Jika kita telaah lebih jauh, kita dapat merinci akhlaq menjadi beberapa bagian sebagai berikut;

1. Akhlaq terhadap Allah jalla jalaluh

Akhlaq terhadap Allah adalah tunduk padaNya dengan mengesakanNya, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun, serta ikhlas dalam setiap amal kepadanya. Hal ini secara gamblang terdapat dalam surat al-Ikhlas, al Bayyinah ayat 5, adz Dzariyat 56, dan banyak sekali.

2. Akhlaq terhadap Rasulullah saw

Akhlaq terhadap Rasulullah saw adalah dengan mengikuti dan memuliakan sunnahnya (al-Hasyr 7). Memahami hadits-haditsnya sebagai petunjuk yang benar, dan tidak mendahulukan petunjuk manusia selainnya. Termasuk juga akhlaq pada beliau adalah dengan memuliakan sahabat-sahabatnya, tidak mencacinya sebagaimana yang dilakukan orang-orang syiah.

3. Akhlaq terhadap orang tua

Kemuliaan orang tua telah sangat jelas disebutkan dalam Al Quran di banyak tempat. Berkata "uf" pun dilarang (al Ahqaf 17). Karena itu wajib bagi kita untuk menjaga keduanya, sebaik-baiknya, karena Nabi saw menyebut mereka sebagai pintu tengah dari pintu-pintu surga.

Itulah 3 akhlaq yang sangat utama. Berikutnya kita akan membahas akhlaq yang terkait dengan muamalah dalam perkumpulan.

4. Akhlaq terhadap pemimpin

Dalam Al Quran akhlaq terhadap pemimpin disebutkan setelah akhlaq terhadap Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan mentaati mereka. Kewajiban taat ini dibatasi dengan kaidah; selama bukan ajakan terhadap maksiat.

Dalam perkumpulan kita, admin adalah pemimpin, pengurus pun juga pemimpin. Karena itu, selama mereka tidak mengajak pada kemaksiatan, maka hendaklah kita memperhatikan ajakan dan himbauan mereka.

5. Akhlaq terhadap ulama

Contoh paling utama terkait hal ini adalah akhlaq para sahabat terhadap ulama mereka, Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam. Hal ini sebagiannya dijelaskan dalam surat al-Hujurat tentang larangan meninggikan suara. Juga larangan membuat majelis berbisik-bisik, diam-diam, terpisah dari majelis para ulama, sebagaimana disebutkan dalam surat al Mujadalah.

Di antara akhlaq dalam hal ini yaitu juga menghormati perbedaan pendapat di kalangan mereka, terlebih lagi, sebagian kita hanya cenderung belajar dari sebagian ulama, sebagian mazhab dan pendapat, jarang merujuk kitab-kitab secara langsung, maka bagaimana kita akan mengkritisi pendapat ulama yang telah mencurahkan hidup mereka, seluruhnya, pada pembelajaran dan pengajaran?

Menasehati mereka, jika mereka salah, secara diam-diam, juga bagian dari akhlaq ini.

Dalam perkumpulan kita, ada para asatidz yang diamanahkan mengkaji ilmu di grup sesuai dengan bidang yang telah mereka pelajari. Hendaklah kita menjaga akhlaq kita kepada mereka.

6. Akhlaq terhadap sesama

Ini adalah pembungkus akhlaq seorang muslim. Keluhuran akhlaqnya tercermin bagaimana dia memperlakukan sesamanya. Perhatikanlah hadits-hadits tentang iman, maka kita akan mengetahui bahwa cabang-cabang iman itu dipenuhi dengan akhlaq.

"Tidak beriman seseorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaima ia mencintai dirinya sendiri"

"Barangsiapa beriman pada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya"

"Barangsiapa beriman pada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya"

dan banyak hadits-hadits lainnya.

Karena itu, jagalah akhlaq. Ilmu yang tinggi, amal yang banyak, tanpa akhlaq, maka telah menyalahi tujuan utama risalah al Mustofa Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam;

اِنَّمَا بُعِثْتُ لاُتَمّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلاَقِ. البيهقى، عن ابى هريرة

"Sesungguhnya aku diutus ke dunia ini hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia."
 (HR. Baihaqi)


اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar"
(HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...