Langsung ke konten utama

Ma'rifatullah: Mencintai Allah (1)

Mereka yang telah mengenal Allah (ma'rifatullah), maka akan segera sadar, bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Mencinta, dan paling pantas dicinta.

Bagaimana tidak? Semua kebaikan dan kesempurnaan itu kembali padaNya. Maka jiwa yang lurus dan mengikuti fitrah, tentu akan mencintai kebaikan dan kesempurnaan itu. Bahkan, Allah-lah al-Wadud (Maha Mencintai dan Dicintai), yang mana di antara maknanya ialah Dia memudahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk mencintaiNya.

Imam Ibnul Qayyim dalam Thaariqul Hijratayn berkata: “Rasa cinta ditinjau dari faktor yang membangkitkannya terbagi menjadi dua:

1. Cinta yang timbul dari faktor kebaikan, menyaksikan banyaknya nikmat dan anugerah yang dilimpahkan.

2. Cinta yang timbul dari faktor kesempurnaan dan keindahan.

Kita bahas satu per satu ya...

Faktor pertama...
Sebagai manusia memiliki banyak keterbatasan, tentu kita dengan mudah memahami banyaknya kebaikan, nikmat, dan anugerah yang kita terima tanpa bersusah payah.

Lihatlah udara yang secara otomatis terhirup ke dalam hidung. Perhatikanlah paru-paru yang bekerja sendiri tanpa kita suruh. Atau bahkan jantung, bagaimana ia beroperasi 24 jam tanpa istirahat.

Bagaimana jika semua pekerjaan itu harus dilakukan dengan sadar sebagai mana kita mengangkat sendok ke mulut ketika makan? Maka bagaimana kita akan bernafas atau memfungsikan jantung sedangkan kita tidur (tidak sadar)?

Ini baru sebagian dari nikmat Allah, dan nikmat Allah yang lain, terkait keluarga, pekerjaan, tetangga, makanan, pencipataan langit dan bumi, dan segala kemudahan bahkan terkadang kesulitan yang menguatkan kita, jumlahnya sungguh-sungguh tidak terhitung.

Sebagaiman Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)

Perhatikanlah... bahkan Dia mengampuni kita karena kurangnya kita bersyukur atas nikmatnya yang sangat banyak.

Bagaimana kita dapat bersyukur dengan cukup, sedangkan nikmat itu sendiri tak bisa kita hitung?

Dalam kondisi seperti ini, sangat keterlaluan dan tidak beradab jika cinta itu tidak tumbuh di dalam hati kita.

Allah azza wa jalla berfirman:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa bencana, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan” (QS an-Nahl: 53).

Maknanya, segala nikmat itu hanya datang dari Allah, maka hanya kepadaNya-lah seorang mukmin itu harusnya menundukkan diri dan memohon, karena tidak ada yang dapat menghilangkan kesusahan dan bencana kecuali Dia. Maka Dzat Yang Maha Tunggal yang berhak dicintai dan diibadahi itu hanyalah Allah azza wa jalla.


Faktor kedua...
Adalah fitrah manusia mencintai keindahan dan kesempurnaan.

Seorang lelaki mencintai seorang wanita bisa jadi karena keindahan fisiknya. Jika tidak karena fisiknya, maka karena keindahan akhlaknya, atau keindahan agamanya. Dan demikian pula sebaliknya.

Dan kecintaan itu akan semakin tinggi bila keindahan yang melekat pada objek cinta itu semakin sempurna.

Maka saksikanlah... Allah adalah Dzat Yang Maha Indah dan Maha Sempurna keindahannya.

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ{1} الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ{2} الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقاً مَّا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِن تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِن فُطُورٍ{3} ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِأً وَهُوَ حَسِيرٌ{4}

"Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah" (Al Mulk: 1-4)



Bukankah kita sering mengagumi alam karena keindahannya?

Bukankah kita sering menyukai manusia karena keluruhan akhlaknya?

Maka camkanlah, bahwa itu semua adalah hasil kreasiNya dan bimbinganNya.

Maka, kita akan memahami, bahwa tidak ada alasan, tidak ada pilihan, kecuali untuk mencintaiNya, karena ialah sumber segala keindahan dan kesempurnaan.

Benarlah ucapan Imam Ibnul Qayyim: “Barangsiapa yang mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya maka dia pasti akan mencintai-Nya”

Al-Imam pun mengatakan:
“Jika terkumpul faktor kebaikan dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya (terkumpul padanya dua faktor tersebut) kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina serta paling jauh dari semua kebaikan, karena sesungguhnya Allah menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya) dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya”.



‏اللهم إني أسألك حبك، وحب من يحبك، والعمل الذي يبلغني حبك،‏

Allahumma inni as-aluka hubbaka, wa hubba man yuhibbuka, wal-'amalalladzi yuballighuni hubbaka.
"Ya Allah, aku memohon kepadaMu cinta-Mu, dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan amal-amal yang mengantarkanku pada cinta-Mu"
(HR. at-Tirmidzi)


Wallahul musta'an
Wallahu a'lam bish showab
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...