Langsung ke konten utama

Urgensi Ekonomi Syariah / Fiqih Muamalah



Secara garis besar, urgensi memahami fiqih muamalah / ekonomi syariah terhimpun pada tiga poin:

1. Syumuliyatul Islam (Kesempurnaan Islam)

Islam diturunkan sempurna sebagai syariat, sebagai manhaj, yang tidak terikat waktu dan tempat, berlaku hingga hari kiamat.

 الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (al-Maidah:3)

Dan orang-orang yang mengaku beriman diwajibkan untuk masuk Islam secara keseluruhan. Jika tidak, maka rusaklah keimanannya, karena setan akan menuntunnya selangkah demi selangkah pada kesesatan, tanpa dia sadari.

 يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِي الْسِّلْمِ كَافَّةً وَ لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ

”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah) . Jangan ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (al-Baqarah: 208).

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkata :

لا يبع في سوقنا  الا من قد تفقه في الدين

“Tidak boleh berjual-beli di pasar kami, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqh dalam agama Islam” (HR. at-Tirmidzi)

Pertanyaannya sekarang, berapa banyak di antara kita yang telah larut dalam aktivitas ekonomi tanpa memahami syariat yang agung ini?

2. Beraktivitas ekonomi adalah keniscayaan
Tidak bisa tidak, seseorang pasti akan melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam kehidupannya. Manusia adalah makhluk sosial, ia membutuhkan manusia lain untuk hidup, karena itu terjadilah transaksi-transaksi. Dan ini tidak lepas dari perhatian Islam!
Pernahkah kita memperhatikan bagaimana para ulama (sebagian besar mereka) menyusun bab-bab dalam kitab fikih mereka? Setelah menyusun bab-bab tentang ibadah (thaharah, sholat, puasa, zakat, haji), ternyata para ulama membahas jual-beli dan muamalah harta lainnya. Setelahnya baru mereka masuk pembahasan fiqih pernikahan, dst.

Sungguh, Allah telah memberikan taufik kepada para ulama yang dimuliakanNya. Mereka, para ulama, seolah ingin menyampaikan kepada umat; "Pelajarilah muamalah maliyah dengan benar sebelum engkau menikah, karena menikah itu mensyaratkan engkau memiliki nafkah yang akan engkau berikan pada keluargamu, maka bagaimana engkau akan membangun pernikahan sedangkan engkau tidak benar-benar paham apakah nafkah yang engkau berikan halal atau haram?
Tidak sedikit dari kita yang berburu ilmu pernikahan, manajemen keluarga, pendidikan anak, parenting, dll. Tapi apakah pengelolaan keluarga akan menjadi islami jika sumber dana pengelolaannya berasal dari sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya?

Sesungguhnya Allah Ta'ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya,'Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (Qs. al-Mu'minun: 51). Dan Ia berfirman, 'Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.' (Qs. al-Baqarah: 172). Kemudian, beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu, mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo'a, 'Ya Rabb, Ya Rabb, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi).
3. Dosa Besar dalam Transaksi Muamalah
Urgensi memahami fikih muamalah / ekonomi syariah menjadi semakin besar karena ada dosa besar yang sangat besar yang terkait dengan transaksi harta kita.

وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"..Dan orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 275)


فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu….” (QS. Al-Baqarah: 279)
Dosa sebesar apakah gerangan, yang di akhirat menjadi penyebab kekal di neraka, dan di dunia menjadi penyebab diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya?
Maka janganlah kita  meremehkan dosa riba.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim)

Apakah layak mengharap syafaat ketika kita justru dilaknat?
Maka janganlah kita meremehkan dosa riba.

“Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (Hadits shahih riwayat Ahmad)

Jelaslah bahwa riba lebih buruk daripada "sekedar" perzinahan. Sayangnya, kurang tertanamnya pemahaman akan syariat mulia ini menyebabkan sebagian kita tak terlalu peduli dengan riba yang duduk manis dalam transaksi kehidupan kita, apakah itu tentang rumah, kendaraan, modal bisnis atau hal yang lainnya.  Padahal kita termasuk yang tidak akan pernah mau berzina untuk mendapatkan hal-hal tersebut.
Maka janganlah kita meremehkan dosa riba.

Dosa riba yang begitu besar dan buruk ini dapat menyelinap dalam transaksi-transaksi kita. Terlebih di zaman yang semakin modern, semakin banyak jenis transaksi dengan berbagai bentuknya. Karenanya janganlah kita sombong dari ilmu dan pemahaman akan fikih muamalah, atau kita akan terjerumus ke dalamnya tanpa kita sadari.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu telah berkata:

مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.” (Mughnil Muhtaj, 6/310)

Maka jagalah harta kita dari yang haram, dengan mempelajari aturan-aturan yang telah ditentukan Pemilik Langit dan Bumi. Sehingga kita tidak termasuk golongan yang disebutkan oleh Sang Utusan;

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari)

Wallahu a'lam
Wallahul musta'an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...