Langsung ke konten utama

Sekolah Ayah?

Sebuah publikasi menyebut Indonesia sebagai fatherless country nomor 3 di dunia. Hal ini menunjukkan rendahnya kehadiran ayah dalam keluarga di Indonesia.

Dalam sebuah diskusi di Komisi Perlindungan Anak Daerah Kota Bogor beberapa waktu lalu, muncul ide untuk membuat kegiatan "Sekolah Ayah", sebagai sarana yang mendorong Ayah agar lebih hadir dalam pengasuhan anak.

Bisa jadi, mengadakan kegiatan sekolahnya mungkin tidak sulit, tapi yang sulit adalah mengajak Ayah hadir ke sekolahnya :).

Para Ayah sering (merasa) sibuk dan lelah mencari nafkah, sehingga kalau ada waktu senggang atau libur, inginnya istirahat bukan sekolah.

Di satu sisi, di banyak masjid komplek bisa dilihat begitu banyak ayah yang antusias mengikuti kajian ba'da subuh akhir pekan. Dan sebagiannya bahkan sudah berlangsung selama belasan tahun. Masya Allah.

Bisa jadi, ini adalah salah satu pintu masuk yang bisa diberdayakan untuk mengedukasi para ayah, terkait hadir dalam pengasuhan anak.

Jika dalam sebulan ada 8x Kajian Subuh Sabtu-Ahad, alangkah baiknya jika salah satunya bisa diisi kajian keayahan, atau pembinaan keluarga.

Melalui kajian keayahan di masjid, setidaknya ada 2 hasil yang diharapkan:

1. Para jamaah ayah akan mendapatkan tips dan trik pengasuhan sehingga semakin hadir dalam pengasuhan anak di rumah.

2. Masjid akan mendapatkan regenerasi jamaah muda, karena para ayah sholih rajin ke masjid, tentu akan mendidik anaknya di rumah tuk rajin ke masjid.

Bicara tentang perlindungan anak, perlindungan terpenting dari seorang ayah terhadap anaknya adalah perlindungan dari api neraka. Sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Tahrim ayat 6.

Hal ini kembali menguatkan bahwa pilar keagamaan adalah satu pilar penting dalam membangun keluarga.

Semoga "Sekolah Ayah" ba'da shubuh di akhir pekan, bisa diwujudkan melalui masjid-masjid di Indonesia.



===
Bogor,
22 Juli 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...