Langsung ke konten utama

Ternyata Mencari Nafkah Bukan Tugas Utama Ayah



Lebih tepatnya adalah memberi nafkah.

Apa bedanya?

Kalau Ayah hanya mencari nafkah, tapi tidak memberi nafkah (kepada keluarganya), itu namanya Ayah pelit.

Nafkah itu ada yang lahir dan batin. Kepala keluarga selayaknya memberikan keduanya tuk seluruh anggota keluarga.

Nafkah lahir mungkin mudah dibagi. Tinggal transfer.

Nafkah batin? Sayangnya belum ada aplikasi yang dapat mentransfer kasih sayang, perhatian, dll.

Maka, seorang Ayah perlu hadir dalam keluarga, tuk menunaikan kewajibannya memberikan nafkah batin tersebut.

Nafkah lahir dan nafkah batin, sama-sama bikin lapar, kalau kekurangan.

Anak-anak bukanlah hewan peliharaan, yang cukup diberi makan setiap hari untuk membuatnya patuh pada tuannya.

Anak-anak adalah manusia, yang memiliki akal dan jiwa. Dia akan lebih patuh kepada yang dapat memenuhi kebutuhan batinnya itu.

Jangan sampai para Ayah merugi. Sudah habis tuk anak-anak berbagai materi, tapi dari mereka tidak mendapat satu pun bakti.

Atau malah harus mengurus berbagai masalah mereka; hidup foya-foya ikutan trend, terjerumus narkoba, hamil di luar nikah, dsb.

Akhirnya nanti, Ayah mencari nafkah, hanya untuk membayar masalah-masalah, yang timbul karena anaknya.

Ini baru rugi dunia, belum rugi akhirat yaitu tidak adanya anak sholih yang selalu mendoakannya.

Yuk, hilangkan lapar batin anak-anak kita. Jangan jadi Ayah pelit. Jangan biarkan anak-anak "jajan tidak sehat" di luar sana; dibungkus bagus sehingga menarik, tapi isinya bahan-bahan yang merusak akal dan jiwa.

Selamat hari libur untuk para Ayah. Hari bermain dan mengobrol bersama keluarga, berbagi nafkah batin untuk mereka.


===
Bogor,
Hari Anak Nasional 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...