Langsung ke konten utama

Negeri Tanpa Ayah


Merujuk riset yang dilakukan Elly Risman S.Psi., dalam kurun 2008-2010 di 33 provinsi, ditemukan bahwa rata-rata para ayah di Indonesia hanya bertemu 65 menit sehari dengan anak-anaknya. 

Ayah hadir secara fisik, tapi tidak hadir secara emosional dan spiritual. Inilah yang disebut fatherless. Ayah hanya dijadikan sumber nafkah materi. Nafkah ruhaninya tidak ada. Padahal, anak-anak perlu sentuhan ruhani dari kelelakian seorang ayah, sebagaimana mereka memerlukan sentuhan kewanitaan seorang ibu.

Sebuah riset menyebutkan bahwa anak-anak yang tumbuh tanpa pengasuhan ayah lebih mudah terjerumus melakukan tindakan kriminal (Demuth and Brown, 2004). 

Dalam penelitian lain, disebutkan bahwa anak yang tumbuh tanpa pengasuhan ayah, lebih mudah terpapar seks bebas di usia belasan tahun (Teachman, 2004). Riset yang sama juga menyebutkan bahwa kasus anak perempuan hamil dengan usia di bawah SMA di AS, banyak dibarengi dengan status ketidakhadiran ayah dalam pengasuhan.

Bila kita sekarang terkejut dengan berita angka seks bebas dan hamil luar nikah di Indonesia, maka bukan tidak mungkin salah satu kontributornya adalah para ayah, yang tidak hadir di pengasuhan anak-anak mereka.

Bisa jadi, nafkah berupa didikan intergritas, tanggung jawab, keteguhan prinsip, kepemimpinan, yang harusnya diberikan oleh para ayah, tidak terjadi. Sehingga banyak anak yang kekurangan akan sentuhan tersebut, lalu akhirnya terjerumus dalam tindakan kriminal dan asusila.

Para ayah, jangan dulu merasa aman bahwa khusus anak-anak kita baik-baik saja. Kriminal dan asusila itu juga ada level-levelnya. Yang sangat mungkin dipengaruhi level kehadiran kita di hati mereka. 

Mari bertanya jujur ke dalam hati kita; “Apakah saya sudah benar-benar hadir secara emosional dan spiritual untuk anak-anak?”.

Dikisahkan bahwa Nabi Yusuf 'alaihissalam hampir saja berbuat asusila dengan istri tuannya, namun ingatan akan ayahnyalah yang membuatnya lari dari godaan wanita cantik dan kaya raya itu (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Yusuf: 24).

Semoga Allah menolong para Ayah tuk hadir dalam keluarganya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Umar bin Khattab dan Anak-Anak Kita

Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa; Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat. Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras. Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang? Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa. Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu. Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi. Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sek...

Kok Orang Tua Dulu Ga Belajar Parenting?

Orang tua sekarang harus belajar bagaimana bersikap ke anak, cara berbicara ke anak. Orang tua ga boleh marah ke anak, ga boleh banyak nyuruh, tapi harus paham kejiwaan anak. Orang tua juga harus paham perkembangan otak anak. Cara parenting ke anak usia 7 tahun beda dengan yang 12 tahun. Nanti kalau anak remaja beda lagi caranya. Jadi orang tua harus paham adab dan tata cara berinteraksi dengan anak. Apakah anak juga belajar "childrening"? Belajar gimana cara bersikap dan berbicara kepada orang tua? Atau qoulan karima kalau kata Al-Quran... Gimana adab ketika ditegur orang tua, dan sikap ketika orang tua menyuruh sesuatu? Kenapa anak ga belajar "childrening"? Karena anak fokus belajar akademik agar pintar. Rajin les dan ekskul agar berprestasi. Biar masa depan sukses, pekerjaan bergengsi, hidupnya mapan. Sedangkan orang tuanya harus rajin parenting, biar ga berbuat salah sama anak... Lalu, kenapa banyak orang tua dulu ga belajar parenting tapi anak-anak...

Ulama Ahlus Sunnah Pendukung Maulid

Berikut ini beberapa pendapat imam ahlus sunnah yang pro terhadap peringatan Maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak dicantumkannya pendapat ulama yang kontra, karena biasanya pendapat tersebut sudah lebih banyak disebar. 1. Imam As-Suyuthi Pertanyaan: “Segala puji bagi Allah dan salam sejahtera untuk hamba pilihanNya, wa ba’d: telah datang pertanyaan tentang perbuatan maulid nabi pada bulan Rabi’ul Awwal, apa hukumnya menurut pandangan syariat? apakah itu terpuji atau tercela? apakah mendapatkan pahala atau tidak, bagi si pelakunya?”  Jawaban: Bagi saya, dasar dari maulid nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca yang mudah dari Al Quran, dan membaca kisah-kisah yang warid  tentang konsepsi riwayat kehidupan  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan membaca apa-apa yang terjadi pada hari kelahirannya berupa tanda-tanda kemuliaannya, dan menyediakan makanan buat mereka, lalu selesai tanpa ada tambahan lain, maka itu adalah bid’ah hasanah, dan diberikan ...