Setelah semalaman tidak tidur mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman dan dilanjutkan dengan pidato kenegaraan sebagai khalifah baru; Umar bin Abdul Azis menuju rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya. Beliau ingin sekali istirahat barang sejenak setelah rangkaian aktifitas yang menguras tenaganya.
Akan tetapi, belum lagi lurus punggungnya di tempat tidur, tiba-tiba datanglah putra beliau yang bernama Abdul Malik –ketika itu dia berumur 17 tahun-,
Abdul Malik: “Apa yang ingin Anda lakukan wahai Amirul Mukminin?”
Umar bin Abdul Aziz: “Wahai anakku, aku ingin memejamkan mata barang sejenak karena sudah tak ada lagi tenaga yang tersisa.”
Abdul Malik: “Apakah Anda akan tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang dizalimi wahai Amirul Mukminin?”
Umar bin Abdul Aziz: “Wahai anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika telah datang waktu Zuhur aku akan shalat bersama orang-orang dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang dizalimi kepada pemiliknya, insya Allah.”
Abdul Malik: “Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu Zuhur wahai Amirul Mukminin?”
Kata-kata ini telah menggugah semangat Umar, hilanglah rasa kantuknya, kembalilah semua kekuatan dan tekad pada jasadnya yang telah lelah, beliau berkata, “Mendekatlah engkau, Nak!” lalu mendekatlah putra beliau kemudian beliau merangkul dan mencium keningnya sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”
Kemudian beliau bangun dan memerintahkan untuk menyeru kepada manusia, “Barangsiapa yang merasa dizalimi hendaklah segera melapor.”
Siapakah gerangan Abdul Malik itu? Orang-orang berkata tentang beliau ini: “Sesungguhnya dialah yang memberikan motivasi kepada ayahnya hingga menjadi seorang ahli ibadah dan dia pula yang membimbing ayahnya menempuh jalan zuhud.”
===
Dikutip dengan penyesuaian dari: kisahmuslim.com
Komentar
Posting Komentar