Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018

Terima Kasih

Jika datangnya tahun baru itu kita syukuri, maka apapun aktivitas kita malam sebelumnya, tidak selayaknya melalaikan dari sholat shubuh di masjid keesokan harinya. Jika kita ingin berterima kasih atas nikmat tak terhingga selama ini, maka kepada siapa kalau bukan kepada Allah Ta`ala? #AyoLebihBaik

Bahagia Saat Liburan

Bahagia rasanya ketika di musim liburan seperti ini, masjid komplek penuh, sampai jamaah sholat meluber keluar ruangan, sesuatu yang jarang terjadi. Tidak hanya orang tua, jamaah dipenuhi anak muda, usia remaja khususnya, yang selama ini mungkin mondok, atau sibuk dengan les dll, sehingga tidak terlihat di masjid. Tapi kini, di musim liburan, mereka memenuhi masjid tempat tinggal orang tua mereka. Bahagia melihat mereka yang dulu kecilnya cuma asyik main hape di pojokan masjid, kini, di pojokan yang sama, quran yang dipegangnya, terdengar sayup suara murajaahnya. Bahagia, mengetahui bahwa Allah menjaga umat ini dengan penerus-penerus pilihan. #Bahagia.itu.Sederhana === Bogor Raya Permai 23 Rabiul Tsani 1440 31 Desember 2018

Ulama Dewan dan Ulama Dewean

Allah memaksa manusia yang punya iman agar taat kepada Ulil Amri. Allah berfirman dalam Alquran Surat An Nisa ayat 59: يايها الذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم فان تنازعتم في شيء فردوه الى الله والرسول Artinya, "Wahai orang yang punya iman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kalian kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri di antara kalian. Dan ketika kalian berselisih pendapat atas sesuatu, maka kembalilah kepada Allah dan Rasulullah." Ibnu Abbas menafsirkan Ulil Amri ada dua, yakni Ulama dan Umara. Untuk urusan ukhrowi, Ulil Amri-nya adalah Ulama. Untuk urusan duniawi, Ulil Amri-nya adalah Umara. Zaman now, tak ada lagi Imam Mujtahid kaliber Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik dan lain-lain. Oleh karena itu, sangat mudah dilogika bahwa Ulama zaman now adalah Ulama Dewan, kumpulan para ahli di berbagai bidang, sehingga lebih representatif dalam mengeluarkan Fatwa, dibandingkan dengan Ulama Dewean (sendirian) dan diba

MEMAKSA BERAKTIVITAS SHUBUH

Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” [HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, shahih] Imam Tirmidzi mengatakan bahwa jika Rasulullah mengirim pasukan atau barang, ia memberangkatkannya di waktu shubuh [Fiqih Sunnah 4/119]. Shokhr, sahabat perawi hadits ini diriwayatkan selalu mengirim kafilah dagangnya di waktu shubuh sehingga ia menjadi kaya dan berlimpah harta. Bahkan menurut Imam Ahmad, saking banyak hartanya Shokhr ra sampai tidak tahu lagi di mana menyimpan hartanya. Begitu besarnya keberkahan yang dijanjikan Rasulullah saw, setan pun pasti mengeluarkan usaha terbaiknya agar manusia tidak mendapatkan keberkahan ini. Karenanya beraktivitas di waktu utama ini harus dipaksakan . Sebagaimana Nabi saw menyengaja mengirim pasukan di pagi hari. Sebagaimana Shokhr ra menyengaja mengirim kafilah dagang di pagi hari. Maka, paksakanlah aktivitas kita di wakt

Belanjalah Untuk Orang Tua

Ada orang tua yang dihapuskan kesalahannya di alam kubur. Ketika ditanya; apa alasannya? Ternyata karena sedekah anaknya di dunia. أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ أَبِى مَاتَ وَتَرَكَ مَالاً وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ Seseorang berkata kepada Nabi, “Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan tidak berwasiat, apakah sedekahku bisa menebus (kesalahan) nya?” Beliau menjawab, “Ya” [HR. Muslim] Inilah di antara bentuk bakti tertinggi anak kepada orang tua; menyelamatkannya ketika ia sudah tidak berdaya lagi menyelematkan dirinya sendiri di alam kubur. Dulu, ketika kita baru lahir, tidak berdaya mengurus diri kita sendiri, orang tualah yang mengurus segala sesuatunya untuk kita, memberikan kenyamanan untuk kita. Maka, sangat amat pantaslah jika di saat mereka sudah tidak berdaya lagi, kita berkorban, sekuat tenaga kita, untuk memberikan mereka kehidupan yang nyaman di alam sana. Belanjakanlah harta untuk orang tua.

Spirit Haji Wada; Estafet Dakwah

Hikmah dari Tausiyah Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Syuhada Bahri Asrama Haji Pondok Gede 12-12-2018 Diriwayatkan oleh Ustadz Syuhada Bahri, dari seorang petugas rohani di salah satu RS Islam di Yogyakarta, bahwa ternyata hanya 7% pasien yang mampu mengucapkan "Laa ilaaha illallah" di akhir hayatnya. Sedangkan yang 93%, walaupun muslim, ternyata gagal mengucapkannya. Di antara penyebab hal tersebut adalah pola pikir pragmatis materialistik. Mengumpulkan materi tapi untuk orientasi dunia. Karenanya, di antara penyesalan terbesar manusia saat sakaratul maut adalah kurangnya bersedekah. وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematia

Sogok Syariah?

[Belajar Muamalah-004] Istilah ini sempat viral ketika disampaikan seorang ustadz kondang dalam sebuah rekaman ceramah. Risywah sendiri termasuk dosa besar, karena "dijanjikan" laknat Allah, bagi pemberi maupun penerimanya. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasûlullâh shallallahu `alaihi wasallam bersabda, “Laknat Allâh kepada pemberi suap dan penerima suap”. [HR. Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313, shahih] Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang dalam kehidupan di masyarakat yang tidak ideal, seorang muslim akan terpaksa jatuh pada risywah. Terkait keterpaksaan dalam muamalah yang haram sudah dibahas pada [Belajar Muamalah-003]. Khusus risywah sendiri, sebagian ulama memberikan ulasan khusus bagi mereka yang terpaksa melakukannya. Risywah yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang memang haknya diperbolehkan ole

Contoh Praktik Bid`ah Hasanah Zaman Salaf Hingga Sekarang

1⃣ Khalifah Umar bin Khattab mengambil zakat dari kuda yang tidak pernah dicontohkan Nabi shallallahu `alaihi wassalam, walaupun kuda telah biasa ada di Jazirah Arab bahkan sebelum masa kenabian. [Lihat Naylul Authar 4/139] 2⃣ Khalifah Utsman bin Affan menambahkan adzan untuk Sholat Jumat, padahal tidak pernah dicontohkan di masa Nabi shallallahu `alaihi wasallam. [HR. Bukhari no. 873] 3⃣ Imam Asy-Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Quran di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali. Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. [Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36] Hal ini tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu `alaihi wasallam, bahkan ada hadits yang melarang mengkhatamkan lebih cepat dari 3 hari. 4⃣ Imam At-Tirmidzi dan Imam Al-Hakim berpendapat  bahwa mengucapkan "shadaqallahul-`azhim" setelah selesai membaca Al-Quran merupakan salah satu bentuk adab membaca Al-Quran. [Muqaddimah Tafsir Al-Qurthubi] Hal ini padahal tidak ada contohnya dari Nabi s

Kajian Sunnah dan Kajian Fiqih

Dalam sebuah kajian shubuh, ustadz bertanya kepada jamaah yang hadir: "Mau kajian fiqih atau kajian sunnah? Kalau kajian sunnah, maka ketahuilah bahwa Nabi saw mencontohkan poligami, maka menikah harus poligami karena itulah yang sesuai contoh Nabi. Bukan monogami. Monogami bertentangan dengan contoh Nabi saw. Kalau kajian fiqih, maka hukum poligami bisa sunnah, wajib, makruh, mubah, bahkan haram. Kita kaji dari dalil-dalil secara menyeluruh. Jadi mau kajian apa?" Ibu-ibu pun serentak kompak bersuara lantang; "Kajian fiqihhhh!" Sementara jamaah bapak-bapak hanya bersuara di dalam hati; "Kajian sunnaaaah."

IBADAH BUKAN (hanya) MENCONTOH

Sumber hukum Islam yang telah disepakati ulama ada empat; Al Quran, As Sunnah, Ijma`, dan Qiyas. Maka, membatasi dalil ibadah hanya "contoh" atau "sunnah" saja merupakan hal yang menyalahi kesepakatan ulama dari masa salaf. Bahkan, sumber hukum Islam yang belum disepakati ulama berjumlah lebih banyak daripada 4 hal di atas. Imam Badruddin az-Zarkasyi berkata: “Dan para imam mazhab sepakat bahwa dalil-dalil syariat tidak terbatas pada keempat dalil tersebut (al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas), di mana terdapat dalil syariat lainnya…” [Tasynif al-Masaami’ bi Jam’i al-Jawami’ li Taj ad-Din as-Subki, (Mekkah: Maktbah Qurthubah, 1418/1998), cet. 1, hlm. 3/408] Maka dalam melihat sebuah ibadah, tidak bisa hanya melihat ada tidaknya "contoh", tapi harus melihat ada tidaknya "syariat". Ketika berbicara contoh, hukum menjadi sangat sempit karena hanya berlandaskan sebagian sumber hukum. Tapi ketika membahas syariat, hukum akan lebih luas dan me

Terpaksa Bertransaksi Haram?

[Belajar Muamalah-003] Kondisi zaman yang tidak ideal membuat seorang muslim tidak jarang, terpaksa melakukan praktik muamalah yang diharamkan Allah. Dalam kondisi seperti ini, kaidah fiqih yang dipakai para fuqoha adalah; الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات “Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.” Kaidah fiqih ini disimpulkan dari firman Allah ta`ala; فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ “Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas , maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173) Berdasarkan kaidah ini, maka seseorang diperbolehkan melakukan praktik muamalah yang aslinya terlarang, dengan 2 syarat: 1. Terpaksa 2. Hatinya tidak menginginkannya 3. Dilakukan sesuai kadar keterpaksaannya (tidak melampaui batas) Contoh kasus: Seorang nelayan perlu uang untuk memperbaiki perahunya yang rusak parah, sedangkan tidak ada yang bisa meminjamkannya uang di desa