Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Terpaksa Bermuamalah Haram?

[Seri Belajar Muamalah-009] Kita hidup di zaman yang memang tidak ideal. Sehingga tidak bisa dipungkiri terkadang seorang beriman terpaksa melanggar aturan yang ditetapkan Azza wa jalla. Al-Quran telah memberikan panduan bagi manusia muslim yang berada dalam keterpaksaan seperti itu. إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Baqarah:173] Ayat ini menjadi dalil kaidah fiqih: "Kondisi darurat membolehkan hal yang terlarang" Syaratnya 2, sebagaimana

Bahaya Risywah

[Seri Belajar Muamalah - 008] Risywah adalah suap. Dalam Islam, risywah termasuk dosa besar. Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Laknat Allah kepada pemberi suap dan penerima suap”. [HR. Ahmad no. 6984, shahih] Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu’alaihi wa sallam melaknat pemberi suap dan penerima suap. [HR. Ahmad no. 6532, shahih] Dosa-dosa memiliki berbagai tingkatan, dan yang lebih besar wajib diprioritaskan lebih utama untuk dihindari. Disebutkannya laknat Allah dan laknat Rasulullah terhadap amalan risywah menunjukkan dosanya yang sangat besar dan buruknya hal tersebut dalam pandangan Islam. Apa yang dimaksud dengan risywah? Risywah terjadi dalam 2 kondisi berikut: 1. Dijanjikan/dipersyaratkan 2. Mengambil yang bukan haknya atau menzhalimi hak orang lain Untuk lebih memahaminya mari kita ambil contoh risywah dalam pengurusan SIM. Dalam mengurus SIM, sebagian orang memilih menggunakan &qu

Tepatkah Larangan Memotong Kuku dan Rambut bagi Pequrban?

Oleh : Ust Dr Muntaha, doktor fiqih dari International Islamic University Malaysia, sekarang dosen di Malaysia Menyikapi Hadits Larangan Memotong Kuku dan Rambut Sebelum Qurban Akhir-akhir ini, setidaknya ketika akses internet mulai merebak, terutama di kalangan terpelajar dan professional dan seiring dengan keinginan mereka menimba ilmu agama, mulai banyak beredar dakwah (ajakan) dan juga peringatan dari beberapa orang agar orang yang hendak berqurban jika sudah masuk tanggal satu Dzul Hijjah agar tidak memotong rambut dan kukunya sehingga setelah hewan qurban disembelih. Jika ditelusuri dasar pilihan hukum di atas adalah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah RA yang dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya. عَنْ أُمِّ سَلَمةَ رضِيَ اللَّه عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: “مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ، فَإِذا أُهِلَّ هِلالُ ذِي الحِجَّة، فَلا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْره وَلا منْ أَظْفَارهِ شَيْئاً حَتَّى يُضَحِّيَ “