Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

Jangan Ajari Anak Menjadi Peminta-minta di Hari Raya

"Ada om tuh, salim sana biar dapat uang" "Ayo ke rumah teman ayah, nanti di sana dapat amplop" "Tante mana nih THR-nya buat ponakan?"  Dan ucapan sejenis seolah menjadi penghias pembicaraan di hari raya. Kasihan rasanya, bila anak-anak diajarkan untuk menjadi peminta-minta kepada sesama manusia sejak kecil. Padahal Islam tidak menyukai perbuatan meminta-minta. "Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara api" (HR. Ahmad). Bahkan Islam mengajarkan untuk menjadi manusia yang memberi manfaat, bukan sebaliknya. "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia" (HR. Ahmad dan Thabrani). Alangkah indah jika di hari raya anak-anak justru diajarkan untuk menjadi pemberi manfaat kepada orang lain; membantu cuci piring di rumah bude yang sedang tidak ada ART, mengatur sandal tamu yang berantakan di rumah eyang, atau dibekali snack kemasan jumbo agar berbagi bersama sepupu-sepupunya. Hati

4 Hakikat Hari Raya Kita

Ulama menjelaskan bahwa di antara hakikat hari raya bagi orang-orang beriman adalah sebagai berikut; 1. Hari saat kita melewati satu hari tanpa kemaksiatan sedikit pun.  Inilah kemenangan sejati seorang muslim terhadap musuh sejatinya; setan. Karenanya, jangan sampai di waktu-waktu berhari raya ini, ada kemaksiatan yang kita lakukan; melalaikan sholat, berkata jorok, bohong walau bercanda, akhlak tercela, dll. 2. Hari saat kita mati dengan husnul khatimah. Saat ucapan terakhir kita di dunia adalah Laa ilaaha illalLaah. Mari ringankan lisan kita selama hidup untuk berdzikir kepada Allah, agar saat sakaratul maut Allah ringankan lisan kita untuk menyebut kalimat thayyibah. 3. Hari saat kita bisa melewati ash-shirath (jembatan di atas neraka) dengan lancar.  Ulama menasehati bahwa latihan agar langkah menjadi ringan saat di shirath nanti adalah dengan banyak meringankan langkah shalat berjamaah ke masjid. Bagaimana mau lancar berjalan di atas shirath  , sedangkan berjalan menuju masjid

Amal-Amal Akhir Ramadhan (2)

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا وَلَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا "Demi Dzat yang dari Muhammad berada di tanganNya, kalaulah kalian mengetahui apa yang aku ketahui, tentu kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa." (HR. Bukhari) "Dua mata yang tidak akan disentuh api neraka untuk selama-lamanya: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bermalam dalam rangka berjaga di jalan Allah." (HR. Ahmad) Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan ciri orang-orang yang telah diberiNya nikmat;  اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوْا سُجَّدًا وَّبُكِيًّا ۩ "....Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis." (QS. Maryam: 58)

Amal-Amal Akhir Ramadhan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Wahai umat manusia, bertaubatlah kepada Allah. Karena sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari kepada-Nya seratus kali”  (Shahih Muslim no. 2702) Imam Nawawi menjelaskan; “Adapun kita -apabila dibandingkan dengan Nabi- maka sesungguhnya kita ini jauh lebih membutuhkan istighfar dan taubat -daripada beliau- …” (Syarh Shahih Muslim) Dalam Lathaiful Ma'arif diceritakan bahwa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz pernah membuat tulisan di akhir Ramadhan yang ingin disebarkannya ke berbagai negeri. Di antara pesan sang Khalifah adalah; "Ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh ayah kalian Adam ‘alaihis salam, رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 23). Ucapkanlah seperti yang di

Jangan Terlalu Bangga di Hadapan Allah

Dikisahkan oleh Imam Al-Ghazhali dalam Minhajul Abidin, bahwa suatu ketika Atha' As-Sulami rahimahullah menenun sebuah kain. Ia menenunnya dengan cermat dan teliti hingga akhirnya dibawalah kain itu ke pasar untuk ditawarkan.   Setelah dicek oleh pedagang kain, ternyata kain di itu dihargai murah di luar perkiraannya. Pedagang kain berkata kepadanya; "Kain ini ada kekurangannya, begini, dan begini". Seketika itu pula Atha' rahimahullah mengambil kainnya lalu terduduk dan menangis tersedu. Pedagang kain yang kasihan pun menghiburnya dengan mengatakan akan membelinya dengan harga yang lebih tinggi.   Atha' pun menjawab; "Aku menangis bukan karena seperti yang engkau kira. Aku telah berusaha keras membuat kain ini dengan cermat, memperbaiki segala kekuranganya, dan memperindahnya, sehingga tidak ada yang dapat dicela darinya.    Namun ketika kain ini kuperlihatkan kepada seorang yang ahli, maka ia pun mengungkapkan kekurangannya, yang aku lengah darinya. Maka ba

Melipatgandakan Pahala I'tikaf

Akhir Ramadhan semakin dekat, bagaimana agar waktu yang sempit pahalanya berkali lipat? Infaq sahur i'tikaf  saja. Bahkan yang terhalang beri'tikaf pun bisa dapat pahala i'tikaf dengan membantu ibadah i'tikaf orang lain. "Barangsiapa mempersiapkan perlengkapan seseorang yang hendak berperang (di jalan Allah), sungguh berarti dia ikut berperang" (HR. Muslim) Apalagi kalau diri sendiri juga i'tikaf, plus membantu i'tikaf orang lain. Tentu semakin berlipat pahala yang bisa didapat. Walaupun Ramadhan hanya tersisa beberapa malam lagi, tapi peluang pahala i'tikaf masih bisa dilipatgandakan jadi 10 malam, 20 malam, atau bahkan 100 malam. Tergantung, berapa banyak mu'takif yang mau kita traktir sahur di hari-hari esok. Semoga Allah mudahkan kita menyempurnakan waktu-waktu berkah yang semakin sempit ini.

Kunci Sukses Santri di Tangan Orang Tua

Percakapan selepas Ashar di sudut selasar sebuah Mushola. Ayah : Ustadz, sesuai saran antum, si sulung sudah ane sekolahkan di pondok. Alhamdulillah, anaknya juga mau. Ustadz : Alhamdulillah. Ayah : Tapi ustadz, pondok kok sepertinya agak tertutup ya. Ane mau jenguk susah, mau kirim-kirim buat anak ga boleh. Ustadz : Akhi, mengirim anak ke pondok itu seperti melepas anak merantau. Ujian kemandirian untuk anak dan ujian juga buat antum. Ayah : Ujian apa ustadz? Ustadz : Ujian keikhlasan. Apakah antum ikhlas melepas anak antum, yang sejatinya milik Allah, untuk berjuang, mandiri, di jalan Allah.  Ayah : Insya Allah sih ikhlas, stadz. Tapi namanya anak, kan di lingkungan baru perlu banyak support juga, biar betah, biar lancar belajarnya, gitu. Ustadz : Akhi, sejak dulu guru-guru kita selalu memberikan 2 kunci sukses untuk orang tua yang melepas anaknya merantau menuntut ilmu. Ayah : Apa itu stadz? Ustadz : Tirakat orang tua, dan kedekatan dengan anak yatim. Ayah : Maksudnya st

14 Jam Waktu Mustajab, Dipakai untuk Apa?

Jamaah yang berebut posisi di multazam Ka'bah. Atau mereka yang berebut masuk ke Raudhoh di Masjid Nabawi. Atau yang lebih mudah ditemukan; duduk bersimpuh mengangkat tangan setelah shalat fardhu, atau di sepertiga malam terakhir. Semuanya memiliki niat yang sama; memanfaatkan secara optimal, tempat atau waktu yang mustajab, untuk menyampaikan hajat kepada Allah Yang Maha Mengabulkan. Jika demikian berharganya tempat dan waktu mustajab tersebut, maka bagaimana dengan waktu mustajab terpanjang yang kita miliki selama Ramadan ini?  ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ ‏ “Ada tiga do’a yang tidak tertolak: doa pemimpin yang adil, doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, doa orang yang terzhalimi.”[HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah] Bagi kita di Indonesia, dengan rata-rata waktu puasa 14 jam, bisa dikatakan inilah waktu mustajab terpanjang yang kita miliki selama hidup kita. Dan ini berlangsung secara bersambu

Parenting Qurani: Orang Tua Memantaskan Diri

📍 *Kutipan Memo Parenting* 👤 _KH Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc., Al-Hafizh_  *PENTINGNYA ORANG TUA MEMANTASKAN DIRI DI HADAPAN ALLAH SWT* *_Keistiqomahan Orangtua dalam Nilai-Nilai Islam_* Kemudian yang kedua, bahwa betapa peluang anak-anak  kita jauh lebih besar ketika kita terus Istiqomah di jalan nilai-nilai Islam. Keistiqomahan kita itu sesungguhnya sudah menjadi modal tersendiri. Ketika anak itu bertahun-tahun melihat ayahnya, melihat ibunya, dalam kesolehannya, dalam ibadah-ibadahnya dan lain sebagainya. Itu sendiri sesungguhnya, selain secara zhohir itu masuk akal jika sudah menjadi tarbiyah bagi anak-anak itu  sendiri. Juga secara keimanan, bagi Allah SWT menjadi satu alasan tersendiri untuk mempersiapkan anak ini bisa tumbuh dalam lingkungan, tumbuh dalam sebuah tarbiyah islamiyah, tarbiyah da'awiyah. Artinya seperti yang dikatakan oleh Allah SWT, difirmankan di surah An Nisa, _walyuhsalladzina lau tarakum min khalfihim zurriyatan dhi'afa fan khofu 'alaihim._ Ketika

Muntahkan Saja Ketika Azan?

Dalam Kitab Al Majmu’, Imam An-Nawawi menyebutkan, “Kami katakan bahwa jika fajar terbit sedangkan makanan masih ada di mulut, maka hendaklah dimuntahkan dan ia boleh teruskan puasanya. Jika ia tetap menelannya padahal ia yakin telah masuk fajar, maka batallah puasanya. Permasalah ini sama sekali tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama. Dalil dalam masalah ini adalah hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah ra bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ “Sungguh Bilal mengumandangkan adzan di malam hari. Tetaplah kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam kitab Shahih terdapat beberapa hadits lainnya yang semakna) Adapun hadits Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ “Jika salah seorang di antara kal

Pantun Ramadan

Kulihat bunga di taman Indah berseri menawan Kulihat hilal Ramadan Hatiku pun merasa senang Semerbak bunga setaman Harumnya membuat bahagia Semarak bulan Ramadan Ibadahnya tentramkan jiwa Kemarin subuh ngaji bersama Ada kopi dan gorengan hangat Kini Ramadan sudahlah tiba Puasa dan Quran menjadi syafaat