Dalam Hadits Imam Ad-Darimi no. 436, dikisahkan bahwa;
Suatu ketika Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Ia dalam kondisi bersemangat karena mendapatkan salinan Taurat.
Namun Nabi justru menampakkan wajah tidak senang, bahkan Umar ditegur dengan keras.
Apa persamaannya dengan anak-anak kita sekarang?
Sama-sama tidak dianjurkan membaca sembarang sumber, sebelum iman tertanam kuat di dalam jiwa.
Betul, anak-anak kita sekolahnya di islam terpadu, ngaji di sekolah setiap hari. Pun ditegakkan aturan menutup aurat selalu.
Tapi juga rajin menyerap tontonan artis korea yang tampak glowing dengan busana terbuka, kata-kata kasar di postingan viral, juga bermain game yang padat konten pembunuhan dan pakaian seksi.
Jika seorang sekelas Umar yang masih halaqoh langsung dengan sang Nabi saja masih dilarang dulu baca-baca Taurat sembarangan. Apakah seorang anak diperbolehkan "baca-baca" gadget sembarangan hanya karena sudah sekolah di islam terpadu?
Apa yang terjadi pada jiwa yang belum tertanam kuat iman, tapi sering melihat betapa indahnya penampilan orang-orang yang tidak pakai jilbab?
Apa yang terjadi pada jiwa yang belum tertanam kuat iman, tapi sering melihat nikmatnya hidup mewah orang yang tidak sholat?
Belum lagi godaan pinjol dan judol yang menawarkan "cara cepat" dapat harta.
Mungkin dia terlihat aman-aman saja karena masih tinggal dengan orang tuanya dan sekolahnya masih islami atau di pondok.
Tapi bagaimana kira-kira setelah orang tuanya tiada?
Ketika kuliah dia merantau ke luar kota di lingkungan yang bebas?
Apakah dia akan menjaga auratnya seperti dulu dia patuh pada aturan SDIT nya? Sholat Dhuha setiap hari? Membaca dzikir pagi? Larangan pacaran?
Ketika iman belum tertanam kuat, namun arus informasi yang tidak menguatkan iman justru mengalir deras ke alam bawah sadarnya, maka pemberontakan jiwa untuk tidak lagi memegang amalan syariat hanya tinggal menunggu kesempatan.
Kapan kesempatan itu datang?
Ketika sudah tidak sekolah lagi di islam terpadu. Atau ketika orang tuanya sudah tiada.
Demikian pula sepertinya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin memastikan, bahwa iman para sahabat harus kuat mengakar, sebelum nanti beliau kelak meninggalkan mereka.
Jangan lupa, orang tua yang belum tertanam kuat imannya, juga memiliki risiko serupa, seperti anak-anaknya.
Fisik boleh dewasa, tapi bisa jadi imannya masih bocil.
Hanya kepada Allah kita memohon petunjuk.
===
Kota Hujan,
Bulan Kelahiran Nabi 1446 H
Mungkin dia terlihat aman-aman saja karena masih tinggal dengan orang tuanya dan sekolahnya masih islami atau di pondok.
Tapi bagaimana kira-kira setelah orang tuanya tiada?
Ketika kuliah dia merantau ke luar kota di lingkungan yang bebas?
Apakah dia akan menjaga auratnya seperti dulu dia patuh pada aturan SDIT nya? Sholat Dhuha setiap hari? Membaca dzikir pagi? Larangan pacaran?
Ketika iman belum tertanam kuat, namun arus informasi yang tidak menguatkan iman justru mengalir deras ke alam bawah sadarnya, maka pemberontakan jiwa untuk tidak lagi memegang amalan syariat hanya tinggal menunggu kesempatan.
Kapan kesempatan itu datang?
Ketika sudah tidak sekolah lagi di islam terpadu. Atau ketika orang tuanya sudah tiada.
Demikian pula sepertinya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin memastikan, bahwa iman para sahabat harus kuat mengakar, sebelum nanti beliau kelak meninggalkan mereka.
Jangan lupa, orang tua yang belum tertanam kuat imannya, juga memiliki risiko serupa, seperti anak-anaknya.
Fisik boleh dewasa, tapi bisa jadi imannya masih bocil.
Hanya kepada Allah kita memohon petunjuk.
===
Kota Hujan,
Bulan Kelahiran Nabi 1446 H
Komentar
Posting Komentar